Nama :
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
NIM :
120751521230
Prodi / Off : Pendidikan IPS / B
UAS Sistem Politik Indonesia
1.
Analisislah
tentang Pro dan Kontra antara Pilkada langsung dan tidak langsung.
2.
Salah
satu agenda pemerintahan reformasi adalah menciptakan format baru masyarakat
dalam bentuk Civil Society. Oleh karena itu potensi Civil Society
harus diberdayakan. Menurut anda strategi terbaik apa dalam memberdayakan Civil
Society?
3.
Fenomena
politik dinasti bukan hanya semat-mata fenomena di Indonesia tetapi juga di
dunia, khususnya di Asia. Di satu pihak hak politik yang bersangkutan dijamin
oleh konstitusi untuk menjadi papun. Masalahnya apakah memang layak apabila
penguasaan lebih didasarkan pada nepotisme dari pada kemampuan? Analisislah
fenomena tersebut!
4.
Dalam
analisis sistem politik terdapat proses bagaimana input diubah menjadi output.
Kenyataanya birikrasi memainkan peran dalam proses tersebut.
a.
Apa
yang membuat birokrasi mampu bersikap bebas dan terlepas dari kontrol
masyarakat?
b.
Sumber-sumber
apa yang dimiliki birokrasi?
c.
Bagaimana
cara masyarakat dapat mengendalikan kekuasaan oleh birokrasi?
1.
Analisis Pro dan Kontra Pilkada langsung dan tidak langsung
Analisis
|
Pro
|
Kontra
|
Pilkada Langsung
|
1.
Pilkada
secara langsung merupakan hak warga
negara republik indonesia. Kesesuaian asas LUBERJURDIL, & bentuk partisipasi
aktif dari rakyat, sesuai dengan Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.
2.
Rakyat
dapat mengawasi secara langsung
3.
Terhindar
terjadinya praktek pemanfaatan kekuasaan kepala daerah untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan DPRD
4.
Putra daerah
berpotensi untuk menjadi kepala daerah
|
1.
Pemilihan kepala
daerah secara langsung dianggap pemborosan, karena setiap daerah
tercatat menghabiskan dana sebanyak 70 Triliun
2. Pilkada langsung kadang diwarnai money
politik, pemenang pemilu bukan yang kredibilitasnya tinggi tetapi yang
memiliki banyak uang
3. Konflik sering terjadi, sebagai
alat untuk memecah belah rakyat yang berbeda kandidat
4.
Rawan
sengketa hasil suara.
|
Pilkada tidak Langsung
|
1.
Pemilihan
kepala daerah dilakukan oleh DPRD sesuai dengan Pasal
18 ayat (4) UUD 1945.
2.
Bisa menghemat anggaran sebesar
142 Triliun karena selama ini alokasi anggaran yang diadakan untuk pilkada
cukup besar.
3.
Pilkada
yang dilakukan oleh anggota DPRD ini minim money politik karena pemilihan
berdasarkan kredibilitas dan rekam jejak serta kontribusi yang pernah
diberikan
4.
Minimnya
konflik horizontal antar pendukung kandidat kepala daerah
|
1.
Rakyat
tidak dapat mengawasi secara langsung
2.
Prosesnya yang lebih tertutup menjadi potensi korupsi akan
lebih besar.
3.
Kepala
daerah tidak dekat dengan rakyat, sebagaiman bila yang menjadi kepala daerah
adalah putra daerah.
4.
Kepala
daerah lebih mementingkan kepentingan DPRD yang memilihnya dari pada
kepentingan Rakyat
|
Sumber:
Salossa,
Daniel S. 2005. Mekanisme, Persyaratan,
dan Tatacara Pilkada Langsung Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun. 2004 tentang
Pemerintahan Derah (Volume 2).
Yogyakarta: Media Pressindo
Anonim.
2014. Antara Pilkada Langsung dan Tak Langsung, (Online), (http://www.diskusilepas.com/2014/09/antara-pilkada-langsung-dan-tak.html), diakses 04 Desember 2014
2.
Menurut anda strategi terbaik apa dalam memberdayakan Civil
Society?
Civil Society atau biasa disebut dengan
masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradap dalam
membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Civil
Society dapat dipahami sebagai sebuah negara, yang di
dalamnya hidup sekelompok individu dengan semangat toleransi yang tinggi dalam
jalinan komunikasi dan interaksi yang sehat serta terwujudnya partisipasi aktif
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
Memberdayakan
Civil Society, sebelumnya harus dikuatkan dengan beberapa strategi: a)
Melalui
Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Diharapkan masyarakat dapat berperan aktif dalam proses
pembangunan bangsa Indonesia melalui wadah
tersebut, serta wadah tersebut juga diharapkan mampu menampung semua
aspirasi masyarakat. b) Hukum. Penguatan
dengan cara hukum yaitu dengan kesadaran masyarakat akan kepatuhannya
melaksanakan hukum yang sedang berlaku tersebut. c)
Gerakan Kultural. Pemahaman nilai-nilai
yang terkandung pada Civil Society dapat diperoleh di sekolah, universitas,
lembaga-lembaga swadaya masyarakat serta
organisasi masyarakat.
Strategi
terbaik dalam memberdayakan Civil Society adalah dengan:
a. Mengakui
dan melindungi hak-hak individu dan kemerdekaan berserikat serta mandiri dari
masyarakat
b. Menyediakan
ruang public yang memberikan kebebasan bagi siapapun dalam mengaktualisasikan
isu-isu politik
c. Membentuk
gerakan-gerakan kemasyarakatan yang berdasarkan pada nilai-nilai budaya
tertentu
d. Memanfaatkan
pendekatan transformatif yaitu memperluas pengetahuan masyarakat mengenai
modernitas yang tidak dapat dihindari, tapi memberi pengetahuan tentang cara
menanggapi perubahan-perubahan tersebut.
e. Mengedepankan
pembangunan masyarakat dalam pelbagai aspek ekonomi, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan dengan perencanaan yang tepat dan terus dilakukan
evaluasi.
Sumber:
Cholisin
& Nasiawan. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
Nasiawan.
2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Cindy.
2011. Pengertian Civil Society, (Online), (http://justcindyz.wordpress.com/2011/11/11/pengertian-civil-society/), diakses 04 Desember 2014
Dwija, Ria. 2013. Strategi
Pemberdayaan Masyarakat Madani di Indonesia,
(Online), (http://riadwija.blogspot.com/2013/11/strategi-pemberdayaan-masyarakat-madani.html),
diakses 04 Desember 2014
Hilwa,
Fairuz. 2012. Civil Society di Indonesia, (Online), (http://www.slideshare.net/wawashahab/civil-society-di-indonesia), diakses 04
Desember 2014
3.
Analisis Fenomena Politik Dinasti
Dinasti
politik di Indonesia sebenarnya sudah muncul di dalam keluarga Presiden pertama
Indonesia, Preseiden Soekarno. Hal tersebut terbukti dari lahirnya anak-anak
Soekarno yang meneruskan pekerjaan ayahnya sebagai seorang politisi. Seperti
Megawati Soekarno Putri (yang akhir-akhir ini juga semakin memperlihatkan
gejala kedinastian politik Indonesia pada diri anaknya-Puan Maharani), Guruh
Soekarno Putra, dll. Politik Dinasti dapat diartikan sebagai praktik kekuasaan dimana anggota
keluarga tersebut mendapatkan posisi dalam struktur kekuasaan. Dimana politik dinasti
bertujuan untuk memperoleh kekuasaan agar kekuasaan tersebut tetap berada dipihaknya
dengan cara mewariskan kepada anggota keluarganya. Dampak positivnya jika
proses pemilihannya bersifat fair dan demokratis serta kepemimpinannya mendatangkan
kebaikan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi akan berdampak
negative jika berlaku sebaliknya.
Salah satu faktor yang melatar belakangi
munculnya dinasti politik adalah pembatasan jabatan pemerintahan dalam waktu
tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Namun, para pemegang
kekuasaa tersebut berpikiran untuk tidak melepasnya dan menyerahkan kepada
anggota keluarganya. Hal ini sudah tentu salah dan termasuk Nepotisme yang juga
membatasi orang lain atau tidak memberi kesempatan orang lain untuk jabatan
tersebut. Nepotisme itu sendiri sama halnya dengan memaksakan kehendak atas apa
yang tidak di kuasai oleh keturunannya, sedangkan orang lain yang lebih
berkompeten tidak mendapat kesempatan tersebut. sudah barang tentu hal tersebut
tidak layak, karena kemampuan yang tidak seimbang dengan apa yang diembannya
akan bermasalah dengan ketidak tercapainya tujuan dari apa yang ditugaskan,
diamanahkan serta yang dipertanggungjawabkan. Dampaknya akan menghambat
jalannya kebijakan dari sistem politik, dan pasti akan membuka terjadinya
penyelewengan.
Sumber:
Romadhon, F.A. 2013. Politik Kekerabatan Studi Kasus Politik,
(Online), (http://fandhyachmadromadhon.blogspot.com/2013/10/politik-kekerabatan-studi-kasus-politik.html), diakses 04 Desember 2014
Saif. 2012. Politik Dinasti di Indonesia, (Online), (http://saif85.blogspot.com/2012/10/dinasti-politik-di-indonesia.html),
diakses 04 Desember 2014
4.
Birokrasi
a.
Apa
yang membuat birokrasi mampu bersikap bebas dari kontrol masyarakat?
Birokrasi
merupakan keseluruhan organisasi pemerintah, yang menjalankan tugas-tugas negara
dalam berbagai unit organisasi pemerintah dibawah Departemen dan Lembaga-lembaga
Non Departemen, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Tugas birokrasi adalah
untuk melayani masyarakat sebagai hasil dari input yang di aspirasikan oleh
masyarakat yang kemudian masuk dalam sistem politik untuk diolah menjadi sebuah
kebijakan atau output yang akan dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat melalui
birokrat. Peran birokrat dalam pelaksanaan kebijakan dianggap sangat penting dan
prestisius. Sikap inilah yang menjadikan birokrasi cenderung membuat pagar yang
memisahkan dirinya dari masyarakat yang seharusnya dia layani. Birokrasi juga bisa
mengelakkan diri dari pengendalian oleh pejabat eksekutif yang mengangkat mereka
ataupun politisi yang dipilih rakyat (Mas'oeddan MacAndrews, 100). Hal inilah
yang menyebabkan Birokrat bersikap bebas dan terlepas dari kontrol masyarakat,
selain itu posisi birokrasi didukung oleh unsur-unsur yang merupakan sumber
kekuasaan yaitu, kerahasiaan, monopoli informasi, keahlian teknisi dan status
sosial yang tinggi.
b.
Sumber-sumber apa yang dimiliki birokrasi?
1.
Peranannya
sebagai personifikasi negara. Peranannya sebagai pengejawantahan atau
personifikasi dari negara, dalam menjalankan tugasnya, para birokrat bisa dengan
mengatas-namakan negara menuntut kepatuhan warganegara.
2.
Penguasaan
informasi. Informasi adalah sumber kekuasaan yang luar biasa besar, tugasnya
sehari-hari birokrasi mengumpulkan catatan-catatan yang berisi informasi
tentang hampir segala bidang kegiatan negara dan masyarakat.
3.
Pemilikan
keahlian teknis. Birokrasi memiliki tenaga dengan beraneka-ragam keahlian
teknis yang sangat diperlukan dalam pembuatan keputusan mengenai kebijaksanaan
dan dalam pelaksanaan keputusan-keputusan tersebut.
4.
Status
sosial yang tinggi. Hampir setiap negara, khususnya di negara-negara berkembang
dan terlebih khusus lagi dalam tatanan masyarakat feodal, keanggotaan dalam
korps birokrasi pemerintah merupakan lambang kedudukan sosial yang cukup
tinggi.
c.
Bagaimana cara masyarakat dapat mengendalikan kekuasaan oleh
birokrasi?
1.
Pengendalian eksternal-formal
berwujud pengendalian secara politik oleh pucuk pimpinan eksekutif dan badan legislatif,
oleh pengadilan, dan oleh komisi parlemen yang disebut “ombudsman”. Cabang eksekutif
dan legislatif mengendalikan birokrasi melalui kekuasaan mereka sebagai pemegang
wewenang untuk mengesahkan perundang-undangan yang membentuk struktur administratif
2.
Pengendalian yang
eksternal-informal dilakukan oleh pers dan oleh kelompok-kelompok kepentingan.
3.
Pengendalian yang
internal-formal dilakukan dengan membuat proses pembuatan dan penerapan kebijaksanaan
agar lebih representatif dan didesentralisasikan, dan ini berarti menggalakkan partisipasi
masyarakat dalam pembuatan dan penerapan kebijaksanaan pemerintahan.
4.
Pengendalian
yang internal-informal berwujud upaya para birokrat agar menghayati kode etik profesi
dan lebih dalam lagi menghayati etos masyarakatnya.
Sumber:
Thoha, Miftah. 2005. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Sarsito,Totok. 2011. Sistem Politik Indonesia
1, (Online), (http://sarsito1949.files.wordpress.com.2011/11/spi-bab-3.pdf), diakses 04
Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar