Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
120741421230/ P.IPS off B
Pro dan Kontra Narkotika
Diskusi yang
dilaksanakan oleh mahasiswa/wi Pendidikan IPS angkatan 2012 mengenai pro-kontra
hukum bagi pengguna dan pengedar narkotika dalam mata kuliah Patologi Sosial menghasilkan
diskusi yang menarik. Diantaranya mengenai peran dari orang tua hingga peran
dari pendidik, serta kesalahan dari orang tua dan juga kesalahan dari pendidik.
Berawal dari
permasalahan mengenai hukuman bagi anak dibawah umur yang menggunakan narkoba.
Anak dibawah umur memiliki keringanan dalam masalah perhukuman, yakni tidak
akan mendapat tindak pidana melainkan hanya direhabilitasi dalam jangka waktu 3
sampai 6 bulan. Lebih lanjutnya ketika seorang anak telah terpengaruhi oleh
narkoba, hal ini perlu penyelidikan lebih lanjut. Dari mana anak mendapatkanya?
Siapa yang menghubungkan anak kepada narkoba? dan Bagaimana peran orang tua dan
pendidik?
Anak biasanya
mendapat tekanan dari teman sebaya, dan ketika seorang teman memojokkan dengan
teror dan menganggap istilah tidak “keren” bagi siapa saja yang tidak menggunakan
narkoba, hal itu merupakan penghinaan bagi diri pribadi anak, dan ini lah yang
disebut “Peer Preasure”. Kemudian masalah lainya berasal dari anak “Broken
Home” yaitu anak yang berasal dari keluarga yang bermasalah atau tidak utuh
karena perceraian, kemudian anak merasa kurang perhatian dan kasih sayang, lalu
melampiaskan kekesalahnya ke narkoba untuk mencari perhatian orang tuanya.
Beberapa hal ini lah yang perlu perhatian khusus sebagai seorang pendidik dan
orang tua. Bagi orang tua harus benar-benar memperhatikan pergaulan anak,
sedang pendidik memperhatikan anak dilingkungan sekolahnya.
Permasalahan lain
adalah sikap orang tua ketika mengetahui anaknya adalah seorang pengguna
narkoba. Orang tua akan mengambil tindakan untuk menutupinya, dan tidak
melaporkan dan membawa anak ke tempat rehabilitasi. Orang tua yang bertindak
seperti itu akan mendapat tindak pidana karena menutupi. Pada lingkungan
sekolah, masalah lain yang tidak kalah mencekamnya yakni keterlibatan oknum
guru sebagai pengguna dan juga berperan dalam pengedaran narkoba. Sungguh
potret buram dalam lingkungan sekolah yang statusnya adalah lembaga pendidikan,
tempat anak untuk mencari ilmu dan bersosialisasi dengan dunia luar.
Beralih kepada
masalah lain, yakni mengenai hukuman dan tindak pidana bagi seorang pengguna
maupun pengedar narkoba yang sudah dewasa atau cukup umur. Permasalahan yang
muncul adalah, tindakan apakah yang dipilih, direhabilitasi ataukah diberi
hukuman dengan dipenjarakan.
Pro dalam kasus
ini adalah menolak tindak pidana penjara dan mengharuskan untuk rehabilitasi,
karena ketika memilih untuk diberi hukuman itupun tidak akan menyelesaikan
masalah. Tersangka masih dapat bertransaksi meskipun dalam penjara, dan hal
tersebut sudah banyak terjadi. Kemudian juga terdapat pihak-pihak dalam lapas
yang juga terlibat. Sehingga rehabilitasi adalah tindakan yang lebih baik,
karena dapat membantu pecandu untuk pulih. Rehabilitasi bagi pengguna narkoba
yang tertangkap oleh pihak polisi adalah sekitar 3 sampai 6 bulan, kemudia
dibebaskan. Ketika sudah bebas dan tertangkap lagi maka akan direhabilitasi
lagi dan dibebaskan lagi, namun jika tertangkap untuk ke tiga kalinya maka
tidak lagi direhabilitasi, tetapi langsung ditindak pidana penjara.
Hukuman bagi
pengedar narkoba yang sangat gencar-gencarnya adalah hukuman mati, namun pasal
mengenau hukuman mati tahun ini dihapuskan oleh pihak tertinggi, dikarenakan
menyangkut pasal mengenai HAM. Kemudian pengedar narkoba hanya diberi hukuman
paling lama penjara 12 tahun dan denda paling besar adalah 1 milyar, tergantung
pada golongan apa, dan tindakanya apa.
Kontra dalam kasus
ini kemudian membenarkan menganai perlunya rehabilitasi, namun terdapat statment
mengenai siklus hidup seorang pengedar narkoba. Seorang pengedar narkoba pasti
dulunya adalah seorang pengguna narkoba yang kemudian ia memerlukan uang lebih
untuk memenuhi kebutuhanya akan narkoba, dan memilih untuk menjualkan narkoba
atau menjadi pengedar narkoba. Hal inilah yang menjadi ketidak bermanfaatnya
rehabilitasi, dan perluha tindakan hukum dengan dipenjarakan agar merasa jera.
Karena dengan dipenjara meraka akan diberi keterampilan untuk menumbuhkan rasa
wirausahawan dan tidak tergantung pada penghasilan menjualkan narkoba ketika
telah dibebaskan. Namun persaingan usaha serta anggapan sebagai narapidana
pengguna narkoba pada diri seseorang didunia luar bisa saja menciutkan nyali
para mantan pengguna narkoba tersebut dan menyebabkan meraka untuk kembali
kepada jalan yang salah, dan lebih parahnya bisa saja mereka bertindak sebagai
pengedar narkoba.
Pada kasus yang lain, memang rehabilitasi
adalah jalan yang terbaik dalam penyelesaian kasus narkoba, dan jalan hukam
penjara adalah jalan yang terbaik bagi pengedar narkoba. Lebih baik lagi bagi
para pengguna narkoba yang berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri dan
menyerahkan diri secara sukarela kepada pihak BNN untuk dirinya mendapatkan
rehabilitasi.
Kesimpulan yang
dapat diambil adalah, hidup sehat tanpa narkoba adalah hal yang lebih indah
dari apapun. Orang tua harus lebih memperhatikan anaknya dan pergaulannya
selama dilikungan rumah, sedang pendidik harus memperhatikan anak pada
lingkungan sekolah. Bagi orang tua yang mengeahui anaknya pengguna narkoba,
lebih baik segera memberitahukan kepada BNN supaya anak mendapat rehabilitasi,
dan segera kembali pada kehidupan yang normal tanpa harus mengambil masa depan
anak. Rehabilitasi bagi penggguna narkoba, dan hukuman bagi pengedar narkoba.
Jika pengguna sekaligus pengedar maka rehabilitasi dan juga hukuman pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar