KAJIAN GENDER:
PENDEKATAN (WID, WAD, DAN GAD)
PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
Tugas Akhir
UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATAKULIAH
Kajian Gender
yang dibina oleh Bapak I
Dewa Putu Eskasasnanda S.Ant.,M.A.
Oleh:
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
(120741421230)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
April 2015
“PENDEKATAN (WID, WAD, DAN GAD) PEREMPUAN
DALAM PEMBANGUNAN”
A.
PENDAHULUAN
Gender adalah sebuah konsep yang
umum namun memiliki makna sebuah perubahan yang besar bagi kaum yang
meyakininya yaitu, perempuan. Gender sering disalah artikan dengan seks. Seks
lebih kepada pembagian jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan merujuk
kepada hal-hal yang lebih biologis. Sedangkan, gender lebih kepada sifat yang
melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor
sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran peran
sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. Menururt Lerner (2006:3)
menyatakan mengenai seks dan gender sebagai berikut:
“Sex is a biological determination.
Our sex is male or female based on anatomy and genetics. Intersexed individuals,
those born with reproductive organs of both sexes, are discussed in the chapter
on Gender and Sexuality Issues in Medicine and Public Health. Gender is a socially
constructed idea of what is male and female, masculine and feminine. It is
independent of sex; a biological male can choose to express a “female” gender
(known as transgenderism) ....”
Munculnya perbedaan atau
ketidaksetaraan gender bermula dari proses sosialisasi, penguatan dan
konstruksi sosial kultural, keagamaan, bahkan melalui kekuasaan negara. Lambat
laun gender menjadi ketetapan Tuhan atau kodrat. Perempuan dengan sifat lemah
lembutnya, memelihara, dan emosional, menjadi makhluk yang tunduk, dan
mengikuti perintah. Sedangkan, kaum laki-laki secara evolusinya harus kuat,
agresif, melindungi dan segala hal yang merujuk pada penguasaan
(Handayani,2001:10).
Lambat laun di dunia luar (barat)
kesetaraan gender di kibarkan dan di pertuntutkan atas hak-hak kaum perempuan. Kesetaraan
gender tidak lagi dan bukan lagi sebuah kodrat melainkan dibentuk dan dibangun
atas dasar hak-hak kehidupan yang bebas atas penindasan dan diskriminasi.
Namun, implikasi dan aplikasi gender di masyarakat belum sesuai seperti yang
diharapkan, karena masih sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya
daerah-daerah yang dianutnya. Kesenjangan gender terjadi ketika perbedaan
gender melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities), misalnya:
subordinasi, meginalisasi, beban kerja lebih banyak, dan streotipe (Fakih,2005:3-4).
Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan
perempuan menjadi korban dari sistem (Handayani,2001:15).
Bentuk manifestasi ketidakadilan
gender yaitu proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap kamun perempuan,
biasa disebut pemiskinan dalam hal ekonomi. Proses marginalisasi dapat
bersumber atau berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan
tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Contohnya seperti
revolisi hijau yang memfokuskan pada petani laki-laki sehingga para perempuan
tergeser dan menjadi miskin. Pekerjaan yang ada untuk perempuan hanyalah
sebagai guru kanak-kanak, pekerja pabrik yang penggajianya tak sebanyak
pekerjaan laki-laki.
Selanjutnya bentuk ketidakadilan
gender dalam subordinasi pekerjaan perempuan. Subordinasi merupakan anggapan
tidk pentingnya perempuan dalam keputusan politik. Perempuan yang tersubordinasi
mengakibatkan diskriminasi kerja, baik prosentase jumlah pekerja, penggajian,
pemberian fasilitas, serta hak-hak perempuan. Bentuk ketidakadilan selanjutnya
adalah streotip atas pekerjaan perempuan, maksudnya pelabelan terhadap suatu
kelompokk atau jenis pekerjaan tertentu (Handayani,2001:17). Pelabelan ini
memaksa perempuan untuk tetap pada kodratnya yaitu makhluk yang lembut, cantik,
emosional, dan keibuan. Apabila keluar dari kodratnya akan dilabeli sebagai
perempuan yang keluar dari kodratnya.
B.
PEMBAHASAN
Berdasarkan dari uraian permasalahan
mengenai ketidakadilan gender, maka haruslah ada usaha-usaha yang dilakukan
untuk mencapai kesetaraan dan menghapuskan ketidakadilan tersebut. Usaha-usaha
tersebut banyak digambarkan dengan adanya emansipasi wanita seperti yang
diperjuangkan oleh R.a Kartini. Usaha tidak harus bersifat individu, namun
harus bersama-sama. Para pendiri negera Indonesia, sungguh sangat arif dalam
menyusun UUD 1945 menghargai peranan wanita pada masa silam dan mengantisipasi pada
masa yang akan datang, dengan tidak ada satu kata pun yang bersifat
diskriminatif terhadap wanita.
Konstitusi dengan tegas menyatakan persamaan hak dan kewajiban bagi
setiap warga negara (baik pria maupun wanita). Diamanatkan juga dalam GBHN 1993,
bahwa wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan.
Selain itu, pengambil keputusan juga telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dalam UU No. 7 Tahun
1984.
Menurut Handayani (2001:21) Secara de
jure pengakuan akan pentingnya perempuan dalam pembangunan telah terseurat
secara jelas dalam GBHN 1993, 2000. Namun pada kenyataannya perempuan cenderung
dijadikan objek dalam program pembangunan tersebut. perempuan belum dapat berperan
secara maksimal baik sebagai pelaku pembangunan maupun penikmat pembangunan. Peranan
wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita
pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di
bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan
dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.
a.
Akses Perempuan dalam Program Pembangunan
Menurut Handayani (2001:22) pada
tahun 1970-an setelah PBB menetapkan dekade pertama pembangnan perempuan,
dengan fokus utama meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Strategi
peningkatan peran perempuan dalam pembangunan ini didasarkan pada suatu
analisis yang lebih memfokuskan kepada kaum perempuan. Strategi yang berfokus pada
kaum perempuan ini pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa permasalahan
kaum perempuan berakar dari rendahnya kualutas sumber daya kaum perempuan itu
sendiri, sehingga kaum perempuan tidak mampu bersaing dengan kaum laki-laki
dalam pembangunan.
Perempuan mempunyai potensi yang sangat
besar dalam pembangunan, seperti pemeliharaan, pelestarian lingkungan dan
pencegahan pencemaran lingkungan karena selain jumlah perempuan cukup banyak
juga telah banyak bukti bahwa perempuan telah mampu mengatasi masalah lingkungan
di sekitarnya. Namun, perempuan kurang diikutsertakan dalam pengelolaan lingkungan,
baik itu dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Perempuan juga kurang diberi
pengetahuan tentang cara pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan limbah dan
pencegahan pencemaran lingkungan. Perempuan hanya dijadikan objek tanpa diberi pengetahuan
tentang bahaya dari bahan-bahan itu terhadap dirinya, keluarga dan
lingkungannya. Untuk membangun kesadaran dan pengetahuan perempuan maka dapat
dilakukan melalui proses pendidikan. Menyadari pendidikan merupakan sebuah
proses yang terus-menerus, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan
proses yang sejati dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri.
b.
Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan
Program-program yang telah dilakukan
tidak hanya sedikit dalam rangka kesejahteraan perempuan, namun program
tersebut belum dapat memberi implikasi kepada perempuan secara menyeluruh. Selain
itu, belum adanya kesiapan dari pengambilan kebijakan untuk merancang program
yang memberdayakan perempuan secara makro. Pada tahun 1975 di Mexico City
diselenggarakan World Conference Internasional Year of Woman-PBB, yang
menghasilkan deklarasi kesamaan antara perempuan dan laki-laki yakni: (1)
pendidikan dan pekerjaan, (2) prioritas pembangunan bagi kaum perempuan, (3)
perluasan partisipasi perempuan dalam pembangunan, (4) penyediaan data dan
informasi perempuan, (5) pelaksanaan analisis perbedaan peran berdasarkan jenis
kelamin (Firdaus,2012:102).
Supaya hasil deklarasi tersebut
benar-benar tercapai, berbagai pendekatan dilakukan oleh pemerintah. Berbagai pendekatan
pembangunan terkait dengan
penanganan masalah gender dan pemberdayaan perempuan pun dilaksanakan oleh
pemerintah mulai dari pendekatan Women in Development (WID), dilanjutkan dengan
pendekatan Women and Development (WAD).
Kedua pendekatan ini ternyata belum mampu mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan sehingga pemerintah melaksanakan pendekatan baru yakni Gender and Development
(GAD).
1.
Pendekatan WID (Women in Development)
Peran perempuan agar lebih meningkat
dalam pembangunan pendekatan WID ber sasaran pada (Handayani,2001:35-37) :
a) Pentingnya prinsip egalitarian, yakni
doktri atau pandangan yang menytakan bahwa manusia ditakdirkan same derajat,
oleh karena itu dalam WID antara laki-laki dan perempuan mempunyai derajat dan
kedudukan sama sebagai mitra sejajar.
b) WID menitik beratkan pada program yang
dapat mengurangi atau menghapus diskriminasi para perempuan dalam sektor
produksi.
Pendekatan WID berusaha
mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan, artinya melibatkan perempuan
dalam proses pembangunan. Cara pengintegrasiannya yakni dengan memberikan
pendidikan mulai dasar sampai pendidikkan tinggai, serta keterampilan.
2.
Pendekatan WAD (Women and Development)
Pendekatan WAD lebih mengarahkan
kepada hubungan antara perempuan dan proses pembangunan. Setelah pendekatan WID
terimplementasi barulah pendekatan WAD dilaksanakan, WAD lebih kritis dari pada
WID karena pengimplementasianya menitikberatkan pada pengembangan kegiatan
peningkatan pendapatan tanpa memperjatikan unsur waktu yang digunakan oleh
perempuan. Pendekatan WID dan WAD memliki kesamaan yaitu sama-sama dalam
kerangka ekonomi dan politik negara (Handayani,2001:38).
3.
Pendekatan GAD (Gender and Development)
Pendekatan GAD berorientasi pada
aspek hubungan sosial. Gender dimaknai sebagai hubungan sosial antara laki-laki
dan perempuan, sehingga GAD lebih menekankan kepada bagaimana hubungan sosial
perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. GAD muncul pada dekade
1980-an sebagai salah satu implementasi dari WID. GAD muncul dari teori sektor
produksi dan reproduksi yang merupakan kausalitas penindasan terhadap kaum
perempuan. Pendekatan GAD menitikberatkan pada posisi perempuan dalam masyarkat
dengan meninjau kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. GAD lebih mengarah
pada perempuan yang berperan aktif dalam pembangunan, implementasinya cenderung
mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. GAD tidak mungkin
terlaksana bila dalam politik suatu negara masih terdapat penempatan perempuan
dalam posisi inferior dan subordinatif (Handayani,2001:38-40)
C.
KESIMPULAN
Peranan wanita dalam pembangunan sangat penting dipahami oleh
seluruh lapisan masyarakat, agar mereka tidak melihat laki-laki dan perempuan dari
kaca mata biologis (peran kodrati) saja. Masyarakat juga harus melihat laki-laki
dan perempuan sebagai warga negara dan sumber daya manusia yang sama-sama mempunyai
hak, kewajiban, kedudukan dan kesempatan dalam proses pembangunan, baik dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengupayakan peranan perempuan
dalam pembangunan yang berwawasan gender dengan pendekatan WID, WAD, dan GAD,
dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan. Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling
menghargai atau menghormati, saling membantu, saling pengertian, saling peduli
dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita. Pengarusutamaan gender merupakan
strategi yang tepat untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan keadilan
gender tersebut.
Daftar Rujukan
Ahdiah, I. 2013. PERAN-PERAN PEREMPUAN DALAM MASYARAKAT. Jurnal
Academika Fisip Untad, 5 (2): 1085-1092
Efianingrum, A. 2008. Pendidikan dan Pemajuan Perempuan: Menuju
Keadilan Gender. Yogyakarta: UNY
Fakih, Mansoer. 2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Firdaus, E. 2012. KEMITRASEJAJARAN PERAN GENDER DALAM WACANA
LEGALITAS INDONESIA. Jurnal Agama Islam-Ta’lim, 10 (2): 95-104
Handayani & Sugiarti. 2001. KONSEP DAN TEKNIK PENELITIAN
GENDER. Malang: UMM
Lerner, K.L. 2006. Gender Issues and Sexuality: Essential
Primary Sources. UAS: Thomson Gale
Pujiati A. 2012. Kausalitas Antara Fundamental Ekonomu Daerah dan
Peran Wanita dalam Pembangunan. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13 (1):
46-61
Sudarta. Peran Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender.
Bali: Udayana
Syukrie, E.S. 2003. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN. Denpasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar