Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
120741421230 / Offering B
Pro dan Kontra Gay & Lesbian
Pada diskusi
mengenai patologi sosial kali ini membahas mengenai Gay dan Lesbian. Gay atau
lesbian merupakan sikap seseorang individu baik laki-laki maupun perempuan yang
orientasinya menyukai sesama jenisnya. Homo seksual sudah ada sejak zaman
sejarah Yunani jauh sebelum peradaban romawi. Gay dan lesbian tidak serta merta
langsung muncul atau ada, namun terdapat beberapa faktor, yakni:
1. Faktor umum : sikap menyukai sesama jenis setelah dilahirkan (bawaan dari
lingkungan selama perkembangan hidup).
2. Faktor Khusus : sikap menyukai sesama jenis sebelum dilahirkan (bawaan dari
orang tua atau keturunan).
Berdasarkan
perkembangannya sekitar tahun 1980-an gay dan lesbian merupakan sebuah
penyimpangan dna hal itu dilarang, kemudian pada tahun 2000-an menjadi sebuah
gaya hidup yang sudah mulai bisa diterima oleh masyarakat. Terdapat tahap-tahap
GLS dalam membuka jati diri mereka, diantaranya:
1. Whereness:
menyadari bahwa dirinya berbeda dengan teman-teman sebayanya.
2. Eksplorasi:
mengeksplor, mempelajari gaya-gaya yang dicenderungi.
3. Aseptens: mulai
nyaman dengan dirinya yang baru, dan mulai tidak menyukai lawan jenisnya
4. Acepment:
bergabung dengan komunitas-komunitas, serta sudah mulai memperjuangkan hak.
5. Integrasi:
berani menunjukkan kepada halayak umum bahwa dirinya adalah GLS.
Permasalahan
dibahas yakni mengenai apakah gay dan lesbian atau tindakan menyukai sesama
jenis merupakan sebuah penyakit atau hanya ekspresi semata?
Pihak kontra
berpendapat gay dan lesbian merupakan sebuah penyakit sosial yang dapat
menular, dengan jalan mendoktrin, mengajak-ajak, dengan cara mengiming-imingi
hal-hal yang menarik dan menggiyurkan. Kemudian ketika seseorang sudah berada
dalam lingkarang GLS (Gay Lesbian Seks) dan ingin menyudahi atau putus
hubungan, seseorang tersebut akan susah karena mereka selalu mengintai dan
mengancam. Karena perbuatan mereka menyimpang dan meresahkan jadi pemerintah
harus lebih tanggap dan mengilegalkan GLS. Kalaupun dilegalkan itu pun akan
menjadikan pertumbuhan penduduk 0, seperti di negara-negara Inggris, Amerika
pertumbuhan penduduk stagnan dan minim generasi muda.
Pihak pro
berpendapat bahwasannya GLS merupakan sebuah ekspresi dari jati diri seorang
GLS. Toh melihat dari faktor khusus, seseorang tersebut tidak menginginkan juga
menjadi seorang GLS tetapi ketika dia sudah memiliki gen GLS dari orang tuanya,
mau tidak mau mereka juga bertindak dan bertingkahlaku dengan menyukai sesama
jenis. Mereka melakukan hal tersebut karena itulah jati diri mereka.
Selain itu juga
untuk GLS yang secara umum karena terpengaruhi oleh lingkungan dapat
disembuhkan, dengan cara diberi pengertian tanpa mengindahkan latarbelakang
mereka mengapa memilih menyukai sesama jenis. Banyak seorang GLS memilih sesama
jenisnya karena mereka pernah tersakiti oleh lawan jenisnya, kemudian mereka
memilih sesama jenis karena sesama jenis lebih dapat memahami, tidak terdapat
resiko seperti kehamilan, baik diluar nikah maupun sudah menikah, dan
meminimalisir praktik-praktik abirsi yang ilegal. Berpasangan dengan sesama
jenis tidak ada ruginya dan tidak mengganggu orang lain, GLS mereka sangat
setia dan saling menjaga. Di negara-negara yang tumbuh maju mereka melegalkan
GLS karane hal itu menekan pertumbuhan penduduk dan menjadikan negara mereka
sejahtera, sedang di Indonesia pertumbuhan penduduk semakin bertambah yang
menyebabkan kesejahteraan belum juga menjamah seluruh lapisan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar