Minggu, 08 Mei 2016

KAJIAN GENDER: PENDEKATAN (WID, WAD, DAN GAD) PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN. TUGAS AKHIR PERKULIAHAN.



KAJIAN GENDER:
PENDEKATAN (WID, WAD, DAN GAD)
PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN

Tugas Akhir
 UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kajian Gender
 yang dibina oleh Bapak I Dewa Putu Eskasasnanda S.Ant.,M.A.

Oleh:
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
(120741421230)



 





UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
April 2015












“PENDEKATAN (WID, WAD, DAN GAD) PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN”
A.      PENDAHULUAN
            Gender adalah sebuah konsep yang umum namun memiliki makna sebuah perubahan yang besar bagi kaum yang meyakininya yaitu, perempuan. Gender sering disalah artikan dengan seks. Seks lebih kepada pembagian jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) dan merujuk kepada hal-hal yang lebih biologis. Sedangkan, gender lebih kepada sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran peran sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. Menururt Lerner (2006:3) menyatakan mengenai seks dan gender sebagai berikut:
            “Sex is a biological determination. Our sex is male or female based on anatomy and genetics. Intersexed individuals, those born with reproductive organs of both sexes, are discussed in the chapter on Gender and Sexuality Issues in Medicine and Public Health. Gender is a socially constructed idea of what is male and female, masculine and feminine. It is independent of sex; a biological male can choose to express a “female” gender (known as transgenderism) ....”
            Munculnya perbedaan atau ketidaksetaraan gender bermula dari proses sosialisasi, penguatan dan konstruksi sosial kultural, keagamaan, bahkan melalui kekuasaan negara. Lambat laun gender menjadi ketetapan Tuhan atau kodrat. Perempuan dengan sifat lemah lembutnya, memelihara, dan emosional, menjadi makhluk yang tunduk, dan mengikuti perintah. Sedangkan, kaum laki-laki secara evolusinya harus kuat, agresif, melindungi dan segala hal yang merujuk pada penguasaan (Handayani,2001:10).
            Lambat laun di dunia luar (barat) kesetaraan gender di kibarkan dan di pertuntutkan atas hak-hak kaum perempuan. Kesetaraan gender tidak lagi dan bukan lagi sebuah kodrat melainkan dibentuk dan dibangun atas dasar hak-hak kehidupan yang bebas atas penindasan dan diskriminasi. Namun, implikasi dan aplikasi gender di masyarakat belum sesuai seperti yang diharapkan, karena masih sangat dipengaruhi oleh faktor sosial budaya daerah-daerah yang dianutnya. Kesenjangan gender terjadi ketika perbedaan gender melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities), misalnya: subordinasi, meginalisasi, beban kerja lebih banyak, dan streotipe (Fakih,2005:3-4). Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem (Handayani,2001:15).
            Bentuk manifestasi ketidakadilan gender yaitu proses marginalisasi atau pemiskinan terhadap kamun perempuan, biasa disebut pemiskinan dalam hal ekonomi. Proses marginalisasi dapat bersumber atau berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Contohnya seperti revolisi hijau yang memfokuskan pada petani laki-laki sehingga para perempuan tergeser dan menjadi miskin. Pekerjaan yang ada untuk perempuan hanyalah sebagai guru kanak-kanak, pekerja pabrik yang penggajianya tak sebanyak pekerjaan laki-laki.
            Selanjutnya bentuk ketidakadilan gender dalam subordinasi pekerjaan perempuan. Subordinasi merupakan anggapan tidk pentingnya perempuan dalam keputusan politik. Perempuan yang tersubordinasi mengakibatkan diskriminasi kerja, baik prosentase jumlah pekerja, penggajian, pemberian fasilitas, serta hak-hak perempuan. Bentuk ketidakadilan selanjutnya adalah streotip atas pekerjaan perempuan, maksudnya pelabelan terhadap suatu kelompokk atau jenis pekerjaan tertentu (Handayani,2001:17). Pelabelan ini memaksa perempuan untuk tetap pada kodratnya yaitu makhluk yang lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Apabila keluar dari kodratnya akan dilabeli sebagai perempuan yang keluar dari kodratnya.
B.       PEMBAHASAN
            Berdasarkan dari uraian permasalahan mengenai ketidakadilan gender, maka haruslah ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan menghapuskan ketidakadilan tersebut. Usaha-usaha tersebut banyak digambarkan dengan adanya emansipasi wanita seperti yang diperjuangkan oleh R.a Kartini. Usaha tidak harus bersifat individu, namun harus bersama-sama. Para pendiri negera Indonesia, sungguh sangat arif dalam menyusun UUD 1945 menghargai peranan wanita pada masa silam dan mengantisipasi pada masa yang akan datang, dengan tidak ada satu kata pun yang bersifat diskriminatif terhadap wanita.  Konstitusi dengan tegas menyatakan persamaan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara (baik pria maupun wanita). Diamanatkan juga dalam GBHN 1993, bahwa wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria dalam pembangunan. Selain itu, pengambil keputusan juga telah meratifikasi (mengesahkan) konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dalam UU No. 7 Tahun 1984.
            Menurut Handayani (2001:21) Secara de jure pengakuan akan pentingnya perempuan dalam pembangunan telah terseurat secara jelas dalam GBHN 1993, 2000. Namun pada kenyataannya perempuan cenderung dijadikan objek dalam program pembangunan tersebut. perempuan belum dapat berperan secara maksimal baik sebagai pelaku pembangunan maupun penikmat pembangunan. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.
a.      Akses Perempuan dalam Program Pembangunan
            Menurut Handayani (2001:22) pada tahun 1970-an setelah PBB menetapkan dekade pertama pembangnan perempuan, dengan fokus utama meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan. Strategi peningkatan peran perempuan dalam pembangunan ini didasarkan pada suatu analisis yang lebih memfokuskan kepada kaum perempuan. Strategi yang berfokus pada kaum perempuan ini pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa permasalahan kaum perempuan berakar dari rendahnya kualutas sumber daya kaum perempuan itu sendiri, sehingga kaum perempuan tidak mampu bersaing dengan kaum laki-laki dalam pembangunan.
            Perempuan mempunyai potensi yang sangat besar dalam pembangunan, seperti pemeliharaan, pelestarian lingkungan dan pencegahan pencemaran lingkungan karena selain jumlah perempuan cukup banyak juga telah banyak bukti bahwa perempuan telah mampu mengatasi masalah lingkungan di sekitarnya. Namun, perempuan kurang diikutsertakan dalam pengelolaan lingkungan, baik itu dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Perempuan juga kurang diberi pengetahuan tentang cara pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan limbah dan pencegahan pencemaran lingkungan. Perempuan hanya dijadikan objek tanpa diberi pengetahuan tentang bahaya dari bahan-bahan itu terhadap dirinya, keluarga dan lingkungannya. Untuk membangun kesadaran dan pengetahuan perempuan maka dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Menyadari pendidikan merupakan sebuah proses yang terus-menerus, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sejati dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri.
b.        Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan
            Program-program yang telah dilakukan tidak hanya sedikit dalam rangka kesejahteraan perempuan, namun program tersebut belum dapat memberi implikasi kepada perempuan secara menyeluruh. Selain itu, belum adanya kesiapan dari pengambilan kebijakan untuk merancang program yang memberdayakan perempuan secara makro. Pada tahun 1975 di Mexico City diselenggarakan World Conference Internasional Year of Woman-PBB, yang menghasilkan deklarasi kesamaan antara perempuan dan laki-laki yakni: (1) pendidikan dan pekerjaan, (2) prioritas pembangunan bagi kaum perempuan, (3) perluasan partisipasi perempuan dalam pembangunan, (4) penyediaan data dan informasi perempuan, (5) pelaksanaan analisis perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin (Firdaus,2012:102).
            Supaya hasil deklarasi tersebut benar-benar tercapai, berbagai pendekatan dilakukan oleh pemerintah. Berbagai  pendekatan  pembangunan  terkait dengan penanganan masalah gender dan pemberdayaan perempuan pun dilaksanakan oleh pemerintah mulai dari pendekatan Women in Development (WID), dilanjutkan dengan pendekatan Women and Development  (WAD). Kedua pendekatan ini ternyata belum mampu mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sehingga pemerintah melaksanakan pendekatan baru yakni Gender and Development (GAD).
1.      Pendekatan WID (Women in Development)
            Peran perempuan agar lebih meningkat dalam pembangunan pendekatan WID ber sasaran pada (Handayani,2001:35-37) :
a)      Pentingnya prinsip egalitarian, yakni doktri atau pandangan yang menytakan bahwa manusia ditakdirkan same derajat, oleh karena itu dalam WID antara laki-laki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan sama sebagai mitra sejajar.
b)      WID menitik beratkan pada program yang dapat mengurangi atau menghapus diskriminasi para perempuan dalam sektor produksi.
            Pendekatan WID berusaha mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan, artinya melibatkan perempuan dalam proses pembangunan. Cara pengintegrasiannya yakni dengan memberikan pendidikan mulai dasar sampai pendidikkan tinggai, serta keterampilan.
2.      Pendekatan WAD (Women and Development)
            Pendekatan WAD lebih mengarahkan kepada hubungan antara perempuan dan proses pembangunan. Setelah pendekatan WID terimplementasi barulah pendekatan WAD dilaksanakan, WAD lebih kritis dari pada WID karena pengimplementasianya menitikberatkan pada pengembangan kegiatan peningkatan pendapatan tanpa memperjatikan unsur waktu yang digunakan oleh perempuan. Pendekatan WID dan WAD memliki kesamaan yaitu sama-sama dalam kerangka ekonomi dan politik negara (Handayani,2001:38).
3.      Pendekatan GAD (Gender and Development)
            Pendekatan GAD berorientasi pada aspek hubungan sosial. Gender dimaknai sebagai hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan, sehingga GAD lebih menekankan kepada bagaimana hubungan sosial perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. GAD muncul pada dekade 1980-an sebagai salah satu implementasi dari WID. GAD muncul dari teori sektor produksi dan reproduksi yang merupakan kausalitas penindasan terhadap kaum perempuan. Pendekatan GAD menitikberatkan pada posisi perempuan dalam masyarkat dengan meninjau kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya. GAD lebih mengarah pada perempuan yang berperan aktif dalam pembangunan, implementasinya cenderung mengarah pada adanya komitmen pada perubahan struktural. GAD tidak mungkin terlaksana bila dalam politik suatu negara masih terdapat penempatan perempuan dalam posisi inferior dan subordinatif (Handayani,2001:38-40)

C.    KESIMPULAN
                Peranan wanita dalam pembangunan sangat penting dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, agar mereka tidak melihat laki-laki dan perempuan dari kaca mata biologis (peran kodrati) saja. Masyarakat juga harus melihat laki-laki dan perempuan sebagai warga negara dan sumber daya manusia yang sama-sama mempunyai hak, kewajiban, kedudukan dan kesempatan dalam proses pembangunan, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Mengupayakan peranan perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender dengan pendekatan WID, WAD, dan GAD, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau menghormati, saling membantu, saling pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita. Pengarusutamaan gender merupakan strategi yang tepat untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender tersebut.

Daftar Rujukan

Ahdiah, I. 2013. PERAN-PERAN PEREMPUAN DALAM MASYARAKAT. Jurnal Academika Fisip Untad, 5 (2): 1085-1092
Efianingrum, A. 2008. Pendidikan dan Pemajuan Perempuan: Menuju Keadilan Gender. Yogyakarta: UNY
Fakih, Mansoer. 2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Firdaus, E. 2012. KEMITRASEJAJARAN PERAN GENDER DALAM WACANA LEGALITAS INDONESIA. Jurnal Agama Islam-Ta’lim, 10 (2): 95-104
Handayani & Sugiarti. 2001. KONSEP DAN TEKNIK PENELITIAN GENDER. Malang: UMM
Lerner, K.L. 2006. Gender Issues and Sexuality: Essential Primary Sources. UAS: Thomson Gale
Pujiati A. 2012. Kausalitas Antara Fundamental Ekonomu Daerah dan Peran Wanita dalam Pembangunan. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 13 (1): 46-61
Sudarta. Peran Wanita dalam Pembangunan Berwawasan Gender. Bali: Udayana
Syukrie, E.S. 2003. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar