Minggu, 08 Mei 2016

ISC (IPS Study Club). Patologi Sosial Narkoba



Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
120741421230/ P.IPS off B

Pro dan Kontra Narkotika
            Diskusi yang dilaksanakan oleh mahasiswa/wi Pendidikan IPS angkatan 2012 mengenai pro-kontra hukum bagi pengguna dan pengedar narkotika dalam mata kuliah Patologi Sosial menghasilkan diskusi yang menarik. Diantaranya mengenai peran dari orang tua hingga peran dari pendidik, serta kesalahan dari orang tua dan juga kesalahan dari pendidik.
            Berawal dari permasalahan mengenai hukuman bagi anak dibawah umur yang menggunakan narkoba. Anak dibawah umur memiliki keringanan dalam masalah perhukuman, yakni tidak akan mendapat tindak pidana melainkan hanya direhabilitasi dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan. Lebih lanjutnya ketika seorang anak telah terpengaruhi oleh narkoba, hal ini perlu penyelidikan lebih lanjut. Dari mana anak mendapatkanya? Siapa yang menghubungkan anak kepada narkoba? dan Bagaimana peran orang tua dan pendidik?
            Anak biasanya mendapat tekanan dari teman sebaya, dan ketika seorang teman memojokkan dengan teror dan menganggap istilah tidak “keren” bagi siapa saja yang tidak menggunakan narkoba, hal itu merupakan penghinaan bagi diri pribadi anak, dan ini lah yang disebut “Peer Preasure”. Kemudian masalah lainya berasal dari anak “Broken Home” yaitu anak yang berasal dari keluarga yang bermasalah atau tidak utuh karena perceraian, kemudian anak merasa kurang perhatian dan kasih sayang, lalu melampiaskan kekesalahnya ke narkoba untuk mencari perhatian orang tuanya. Beberapa hal ini lah yang perlu perhatian khusus sebagai seorang pendidik dan orang tua. Bagi orang tua harus benar-benar memperhatikan pergaulan anak, sedang pendidik memperhatikan anak dilingkungan sekolahnya.
            Permasalahan lain adalah sikap orang tua ketika mengetahui anaknya adalah seorang pengguna narkoba. Orang tua akan mengambil tindakan untuk menutupinya, dan tidak melaporkan dan membawa anak ke tempat rehabilitasi. Orang tua yang bertindak seperti itu akan mendapat tindak pidana karena menutupi. Pada lingkungan sekolah, masalah lain yang tidak kalah mencekamnya yakni keterlibatan oknum guru sebagai pengguna dan juga berperan dalam pengedaran narkoba. Sungguh potret buram dalam lingkungan sekolah yang statusnya adalah lembaga pendidikan, tempat anak untuk mencari ilmu dan bersosialisasi dengan dunia luar.
            Beralih kepada masalah lain, yakni mengenai hukuman dan tindak pidana bagi seorang pengguna maupun pengedar narkoba yang sudah dewasa atau cukup umur. Permasalahan yang muncul adalah, tindakan apakah yang dipilih, direhabilitasi ataukah diberi hukuman dengan dipenjarakan.
            Pro dalam kasus ini adalah menolak tindak pidana penjara dan mengharuskan untuk rehabilitasi, karena ketika memilih untuk diberi hukuman itupun tidak akan menyelesaikan masalah. Tersangka masih dapat bertransaksi meskipun dalam penjara, dan hal tersebut sudah banyak terjadi. Kemudian juga terdapat pihak-pihak dalam lapas yang juga terlibat. Sehingga rehabilitasi adalah tindakan yang lebih baik, karena dapat membantu pecandu untuk pulih. Rehabilitasi bagi pengguna narkoba yang tertangkap oleh pihak polisi adalah sekitar 3 sampai 6 bulan, kemudia dibebaskan. Ketika sudah bebas dan tertangkap lagi maka akan direhabilitasi lagi dan dibebaskan lagi, namun jika tertangkap untuk ke tiga kalinya maka tidak lagi direhabilitasi, tetapi langsung ditindak pidana penjara.
            Hukuman bagi pengedar narkoba yang sangat gencar-gencarnya adalah hukuman mati, namun pasal mengenau hukuman mati tahun ini dihapuskan oleh pihak tertinggi, dikarenakan menyangkut pasal mengenai HAM. Kemudian pengedar narkoba hanya diberi hukuman paling lama penjara 12 tahun dan denda paling besar adalah 1 milyar, tergantung pada golongan apa, dan tindakanya apa.
            Kontra dalam kasus ini kemudian membenarkan menganai perlunya rehabilitasi, namun terdapat statment mengenai siklus hidup seorang pengedar narkoba. Seorang pengedar narkoba pasti dulunya adalah seorang pengguna narkoba yang kemudian ia memerlukan uang lebih untuk memenuhi kebutuhanya akan narkoba, dan memilih untuk menjualkan narkoba atau menjadi pengedar narkoba. Hal inilah yang menjadi ketidak bermanfaatnya rehabilitasi, dan perluha tindakan hukum dengan dipenjarakan agar merasa jera. Karena dengan dipenjara meraka akan diberi keterampilan untuk menumbuhkan rasa wirausahawan dan tidak tergantung pada penghasilan menjualkan narkoba ketika telah dibebaskan. Namun persaingan usaha serta anggapan sebagai narapidana pengguna narkoba pada diri seseorang didunia luar bisa saja menciutkan nyali para mantan pengguna narkoba tersebut dan menyebabkan meraka untuk kembali kepada jalan yang salah, dan lebih parahnya bisa saja mereka bertindak sebagai pengedar narkoba.
             Pada kasus yang lain, memang rehabilitasi adalah jalan yang terbaik dalam penyelesaian kasus narkoba, dan jalan hukam penjara adalah jalan yang terbaik bagi pengedar narkoba. Lebih baik lagi bagi para pengguna narkoba yang berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri dan menyerahkan diri secara sukarela kepada pihak BNN untuk dirinya mendapatkan rehabilitasi.
            Kesimpulan yang dapat diambil adalah, hidup sehat tanpa narkoba adalah hal yang lebih indah dari apapun. Orang tua harus lebih memperhatikan anaknya dan pergaulannya selama dilikungan rumah, sedang pendidik harus memperhatikan anak pada lingkungan sekolah. Bagi orang tua yang mengeahui anaknya pengguna narkoba, lebih baik segera memberitahukan kepada BNN supaya anak mendapat rehabilitasi, dan segera kembali pada kehidupan yang normal tanpa harus mengambil masa depan anak. Rehabilitasi bagi penggguna narkoba, dan hukuman bagi pengedar narkoba. Jika pengguna sekaligus pengedar maka rehabilitasi dan juga hukuman pidana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar