Senin, 12 Mei 2014

SENI DAN ARSITEKTUR KLASIK ROMAWI

 








Makalah
Untuk memenuhi tugas terstruktur I
Mata kuliah Sejarah Dunia
Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Tengah Semester 1


Oleh
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi
120741421230 - 26


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Maret 2013



KATA PENGANTAR

            Alhamdulillaahirobbil’alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SENI DAN ARSITEKTUR KLASIK ROMAWI” dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni utusan Allah SWT yang telah membawa kita dari manusia yang belum berilmu menjadi manusia yang berilmu pengetahuan.
            Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas terstruktur dan sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Tengan Semester dari mata kuliah Sejarah Dunia dan sebagai wawasan pengetahuan tentang seni serta tatanan arsitektur klasik Romawi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Blasius Suprapto., M.Hum. selaku dosen mata kuliah Sejarah Dunia yang telah membimbing penulis.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik di waktu yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menjadi bahan penambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca dan teman-teman, serta bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.



                                                                                    Malang, Maret 2014



                                                                                                Penulis






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                 Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
BAB II. PAPARAN DATA DAN ULASAN..................................................... 4
A.    Teknik Arsitektur Klasik Romawi............................................................. 4
B.     Bangunan Klasik Romawi......................................................................... 10
1.      Kuil Jupiter Capitolinus....................................................................... 11
2.      Kuil Virilis........................................................................................... 13
3.      Kuil Vesta............................................................................................ 15
4.      Pantheon.............................................................................................. 16
5.      Basilika................................................................................................ 18
6.      Permandian (Thermae)......................................................................... 19
7.      Theater dan Amphitheater................................................................... 21
8.      Jembatan Saluran Air (Aquaduct) dan Jembatan................................ 22
C.     Fungsi dan Makna Bangunan Klasik Romawi.......................................... 24
Ulasan.............................................................................................................. 27
BAB III. PENUTUP............................................................................................ 29
Simpulan.................................................................................................... 29
Dafar Rujukan....................................................................................................... 31




BAB I
PENDAHULUAN

            Ilmu sejarah pada umunya mengkaji keberhasilan, kesalahan dan kekurangan masa lampau untuk memperbaiki juga sebagai pelajaran dimasa sekarang dan yang akan datang. Mengaji mengenai sejarah, tidak bisa terlepas dari kegiatan yang memerlukan sikap dengan keahlian, pemahaman, pengertian dan pemikiran dari banyak segi dan sudut pandang. Menyangkut dengan hal terbesut, interpretasi atau pemaknaan sebuah peristiwa atau keadaan sejarah sangat berperan banyak dan berdampak pada perkembangan sejarah yang sangat pesat.
            Pengajian mengenai sejarah, menyangkut ruang dan waktu dan banyak hal lain didalamnya diantaranya, kejadian atau kronologi sebuah peristiwa, keadaan pada masa peristiwa tersebut, tokoh yang berperan, dan kebudayaan. Isi cerita sejarah apabila manusia sebagai pemegang peran utama dalam sejarah maka isi dari sejarah tersebut atau yang dibahas dalam sejarah tersebut meliputi, politik yang menyangkut kegiatan manusia di lapangan politik, ketatanegaraan, dan pemerintahan. Peperang yang menyangkut riwayat peperangan manusia, alat-alat siasat, dan pertempuran-pertempuran. Adat lembaga yang menyangkut mengenai sopan-santun, adat-istiadat, dan tata-tertib. Sosial menyangkut kehidupan kemasyarakatan, kehidupan sehari-hari, bahasa, filsafat, agama dan pendidikan. Kebudayaan membahas mengenai hasil daya cipta manusia di lapangan kebudayaan. Serta kesenian yang menyagkut hasil daya cipta dalam kesenian bisa berupa musik, seni pahat, dan bangunan (Ali,2005:40).
            Membahas mengenai seni, keberadaannya atau temuan benda yang berkaitan dengan seni dapat digunakan sebagai bukti sejarah, atau sumber sejarah. Sumber sejarah sendiri terdiri dari tulisan seperti prasati, kitab-kitab, tulisan pada daun lontar dan surat kabar. Selain tulisan sumber sejarah juga dapat berupa alat-alat rumah tangga, gedung atau bangunan, pakaian, dan sebagainya yang dapat memberikan penjelasan atau dapat menambah pengertian mengenai sejarah tersebut (Ali,2005:14).
            Sumber sejarah selain hanya digunakan untuk menambah pengertian juga berfungsi sebagai landasan atau dasar pengembangan teknologi pada saat ini. Mengenai seni bangunan misalnya, meski bangunan jaman dahulu, berbeda dengan masa sekarang, namun masyarakat pada saat itu sudah mengenal berbagai teknik membangun bangunan agar dapat di tempati sebagai tempat tinggal atau tempat untuk berkumpul. Bahkan bangunan-bangunan pada masa sekarang banyak yang dikembangkan dari cara atau teknik bangunan pada jaman dahulu. Sebagai contoh, bangunan kenegaraan atau Isatana Negara Indonesia, yang sekilas bangunannya seperti bangunan berciri khas Eropa. Bangunan Istana Negara tersebut apabila dirujuk dalam pembangunannya sebagian besar mengadopsi arsitektur bangunan Yunani Kuno.
            Pembangunan bangunan pada saat ini banyak yang mengadopsi dan mengambangkan dari arsitektur klasik bangsa Eropa khususnya bangsa Yunai kuno dan Romawi. Negara berkembang seperti Indonesia sendiri misalnya, masyarakatnya sejak dahulu mempunyai apresiasi tinggi terhadap arsitektur, berbagai tulisan, buku, hasil kajian ilmiah dan penelitian tentang arsitektur banyak ditulis. Arsitektur dipandang sebagai bangunan atau teknik dari hasil perencanaan, perancangan dan pelaksanaan pembangunan atau sistem mendirikan bangunan. Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan manusia, berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain: seni, teknik, ruang/tata ruang, geografi dan sejarah (Sumalyo,2003:1). Pandangan dari segi sejarah, arsitektur adalah ungkapan fisik dan peninggalan budaya suatu masyarakat, dalam batasan tempat (geografis), waktu atau jaman lampau. Berdasarkan beberapa batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa keberadaan arsitektur seumur dengan keberadaan manusia di muka bumi.
            Sejarah perkembangan arsitektur mencangkup dimensi ruang dan waktu yang tidak dapat ditentukan batasnya. Pembatasan dapat mendasarkan pada jenis bangunan terkait dengan fungsinya. Mengenai hal ini, arsitektur secara global dibagi menjadi tiga yaitu, Primitif atau tradisional, Klasik, dan Modern. Membahas mengenai pembatasan tersebut, masalah umum dalam makalah ini dapat dirumuskan yaitu, mengenai arsitektur klasik, yang mana berdimensi waktu dan ruang, serta berkembang di Eropa dan juga di Asia. Makalah ini lebih spesifiknya akan membahas mengenai arsitektur klasik Romawi, dengan masalah khusus berkaitan dengan bagaimana teknik pembangunan pada masa Romawi klasik, kemudian bangunan apa saja yang di bangun oleh arsitektur Romawi, serta apa fungsi dan makna dari bangunan tersebut.






















BAB II
PAPARAN DATA DAN ULASAN

Paparan Data
A.    Teknik Arsitektur Klasik Romawi
      Jaman Romawi berawal dari dimulainya bangsa Etruska menguasai semenanjung Italia bagian barat-tengah. Fletcher(dalam Sumalyo,2003:27), Suku Etruskan adalah kelompok suku yang mendiami wilayah Etruria yang merupakan cikal bakal dari bangsa Romawi, yang memiliki budaya cukup tinggi sejak sekitar tahun 750-100 SM.
      Keadaan geografis Romawi memilik lokasi yang strategis. Pegunungan Alpen dan juga Jerman disisi utara, Laut Adriatik dan Laut Lonia dibagian timur, Laut Sicilia disebelah selatannya dan Laut Tirenia serta Laut Liguri disisi baratnya. Bahan mineral juga cukup melimpah, terutama tembaga. Batu dan marmer yang melimpah seperti pada kawasan Yunani menjadi bahan utama bangunan.
      Suku bangsa Etruska merupakan kelompok yang sangat maju dalam arsitektur. Sekitar pada abad 7 SM, suku bangsa Etruska sudah membangun kota dengan dinding-dinding, pipa-pipa pembangunan air, sampai pada mengontrol sungai sehingga permukaan airnya sama dengan rata-rata permukaan danau-danau. Djaja (2012:25) menyatakan “Kemampuan lainnya dari bangsa Romawi adalah pengolahan logam, penggunaan batu untuk bangunan, teknik lengkung (arch), dan teknik pengeringan rawa yang diproses dari suku Etruska.”
      Bidang teknik arsitektur bangsa Romawi dalam membuat sebuah bangunan,  menggunakan fondasi dengan bahan-bahan dari pasir, kapur, silica, batu dan air. Jaman dahulu mereka sudah ahli dalam mengolah, dan mencampur bahan-bahan tersebut serta batu-batu asli yang besar-besar untuk membangun jalan, dan jembatan, yang keseluruhannya sudah dirancang dengan baik sehingga sampai saat ini beberapa bangunan atau jalan masih dipakai. Jalan-jalan di Roma memiliki kualitas yang sangat baik dan kuat, hal ini dikarenakan sistem pembuatan jalan-jalan yang paling baik di Roma diperkeras dengan batu, khususnya jalan-jalan utama yang memiliki lebar 15-20 kaki atau sekitar 4.572-6.096 m dengan fondasi yang beberapa kaki dalamnya.
Gambar 1. Kiri: pembangunan jalan. Kanan: pembangunan jembatan.

      Seni dan arsitektur bangsa Romawi tidak terlepas dari pengaruh bentuk-bentuk seni bangsa lainnya. Bangsa Romawi meminjam bentuk-bentuk seni khususnya dari bangsa Yunani, namun mereka meminjam secara kreatif dengan membangun, mengubah dan mempertinggi warisan tersebut. Sebagai contohnya yaitu Kuil Yunani, yang dimaksudkan untuk dilihat dari luar, fokusnya secara eksklusif pada eksterior yang seimbang. Menggunakan lengkung-lengkung, kubah-kubah, dan lengkung puncak, bangsa Romawi membangun gedung-gedung dengan interior megah dan besar. Interior yang luas tembok-tembok raksasa, dan kubah yang melingkupi Pantheon termasyhur, suatu kuil yang didirikan pada awal abad kedua, semasa pemerintahan Handrian, yang menyimbolkan kekuasaan dan keagungan negara-dunia Romawi (Perry,2012:148)
      Arsitektur Romawi merupakan hasil dari teknik tinggi dibandingkan dengan kebudayaan lainnya. Meskipun arsitektur Romawi meminjam dari bangsa lain seperti Yunani, namun keduanya memiliki perbedaan. Bangsa Yunani telah membuat pilar sebagai dasar bangunan, sedang bangsa Romawi lebih mangkhususkan pada bangunan-bangunan sekuler. Bangsa Romawi juga membangun pilar atau tiang-tiang yang berfungsi hanya sebagai dekorasi saja.
      Teknik-teknik yang digunakan bangsa Romawi dalam membangun sebuah gedung atau bangunan lainnya sedikit banyak hampir sama dengan bangsa Yunani diantaranya seperti, sistem Kolom dan Balok  yang disebut dengan “Order”. Denah-denah bentuk bangunan yang terbagi menjadi dua bentuk, yaitu segi empat panjang dan bukan segi empat. Serta yang paling khas atau yang menjadi ciri khas bangunan Romawi adalah pembangunan dengan Pelengkung. Ciri khas bangunan Roma adalah menggunakan lengkung serta kubah (Saridal dkk,1996:112)
      Hampir semua peninggalan bangunan arsitektur Romawi dibangun dengan menggunakan batu sebagai bahan konstruksi utama. Teknik pembangunan dengan memperhatikan penataan batu, dahulu menggunakan sistem kolom dan balok atau Order juga mengalami perkembangan pada masanya, karena menyesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan alam. Konstruksi dinding batu pada jaman itu berkembang mulai dari yang diolah dengan cara yang sederhana atau biasa disebut “cyclopean”, kemudian diolah menjadi banyak segi atau “polygonal”. Hingga kemudian didapatkan konstruksi dinding dengan susunan batu yang dibentuk menjadi blok-blok sehingga konstruksinya disebut rectangular. Pada jaman sekarang inipun ketika membangun sebuah bangunan yang menggunakan bahan utama adalah batu atau pasir juga masih menggunakan sistem konstruksi rektangular yaitu batu disusun setelah di bentuk menjadi blok-blok segi empat atau perbentuk persegi panjang untuk sekarang yang biasa dikenal dengan batu bata.
Gambar. 2. Perkembangan Konstruksi dinding batu
      Denah merupakan betuk ukuran besar atau luasnya sebuah bangunan. Pada Jaman Romawi, secara garis besar denah kuil terdapat dua ukuran yaitu segi empat panjang dan bukan segi empat. Kuil Romawi yang berdenah segi empat panjang sebagian besar banyak mendapat pengaruh dari arsitektur Yunani. Bentuk-bentuk kuil pada masa itu juga mulai berkembang dengan denah bangunan tidak segi empat panjang, yang bervariasi dalam  bentuk denah poligonal, lingkarang dan kombinasi lainnya.
      Teknik bangunan selanjutnya yaitu pelengkung dan juga kubah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasannya pelengkung merupakan teknik bangunan yang menjadi ciri khas arsitektur Romawi. Pelengkung merupakan konstruksi yang khas, memiliki pengaruh besar, bahkan sangat menentukan dalam arsitektur Romawi. Berbagai bangunan Romawi mulai dari kuil, hingga saluran air tidak dapat berdiri dengan kuat tanpa konstruksi pelengkung. Bahkan monumen-monumen khas Romawi bentuk yang paling mendominasi adalah pelengkung. Kekuatan dan keindahan pelengkung dibuktikan dengan berbagai bangunan arsitektur Romawi yang dibangun pada 2000 tahun lalu, hingga saat ini masih berdiri (Sumalyo,2003:52).
      Pelengkung merupakan sistem konstruksi dua dimensional, menyalurkan gaya merata ke dalam pelengkung. Ketika pelengkung dua dimensional tersebut di kombinasikan menjadi sistem tiga dimensional atau ruang, maka menjadi kubah ynag menyalurkan gaya secara merata pada setiap bagiannya. Pengombinasian tersebut akhirnya melahirkan konstruksi kubah dengan “pelengkung patah silang diagonal” atau vault rib sering pula disebut intersecting vault. Mengenai elemen Yunani kolom dan balok atau entablature, dalam arsitektur Romawi hanya menjadi dekorasi, dalam pintu, pintu gerbang, jendela, dan tidak sedikit pula pada jendela mati.
      Berdasarkan prinsip pembangunan pelengkung, konstruksi pelengkung dan kubah tidak dapat berdiri tanpa perancah atau semacam cetakan berupa konstruksi pendukung yang biasanya terbuat dari kayu. Karena dahulu pembangunan sudah menggunaka istilah beton atau campuran antara air dan bahan-bahan seperti semen, pasir, dan keriki, kemudian diaduk, dan menghasilkan istilah adonan tersebut dengan beton. Karena percampuran tersebut menghasilkan sifat kimiawi yang lama-lama akan mengeras, ketika pembangunan sudah selesai dan dirasa bangunan sudah kering dan kuat kayu dapat dilepas. Keuntungan ataupun kelebihan dari konstruksi pelengkung ini antara lain tidak diperlukannya batu monolit yang besar seperti pada konstruksi Oder-Yunani. Semakin bertambah kreatifitas arsitektur Romawi maka sistem kolom dan balok atau Order dapat digantikan dengan sistem pelengkung. Bangunan Romawi memiliki kelebihan lainnya, yakni ketika dalam membangun sebuah gedung bentang dan lebar bangunan ditengah dapat berdiri dengan sistem kubah, yang mana tidak mungkin dapat dicapai dengan kolom dan balok.            Gambar. 3. Sistem perancah dalam konstruksi pelengkung
Gambar. 4. Sistem pembangunan dengan beton
Gambar. 5. Konstruksi pelengkung dan kubah. (A dan C. Pelengkung setengah kubah. B.Sudut pelengkung. D dan F.Pelengkung. E.Pelengkung patah silang.)

      Sistem pelengkung selanjutnya juga digunakan dalam pembangunan jembatan-jembatan, tempat pemandian, aquaduc, amphiteater serta monumen-monumen yang dibuat untuk menghormati kemenangan para kaisar. Hingga sekarang sistem pelengkung juga masih digunakan, misalnya seperti trowongan yang dibangun berupa satu atap dengan pelengkung memanjang dan mampu menutupi daerah yang luas.
B.     Bangunan Klasik Romawi
      Bangsa Romawi banyak banyak membuat bangunan-bangunan  yang berskala besar. Seperti bangunan istana yang sangat besar di pantai timur Laut Adriatic yang dibangun semasa Kaisar Diocletianus, yang tersebar sisa-sianya sampai di kota Split Yugoslavia sekarang ini. Tempat-tempat pemandian yang dibangun oleh Kaisar Caracalla di Roma dengan mempergunakan arsitektur modern, hingga kemudian rencana dasarnya sekarang dikembangkan dalam membangun Penssylvania Station di New York City.
      Peninggalan penting yang menjadi bukti sejarah pada waktu Romawi adalah reruntuhan Falleri Novi yang dibangun pada sekitar abad ketiga sebelum masehi. Pelengkung pada salah satu sebuah gerbang merupakan konstruksi yang sangat khas Romawi. Pelengkung Augustus di Perugia, dibangun pada akhir abad 11 SM, juga menunjukkan pemakaian pelengkung sudah sejak jaman Romawi awal atau jaman Etruskan.
 
)
Gambar 6. Kiri: Falleri Novi. Kanan: konstruksi pelengkung Augustus

1.      Kuil Jupiter Capitolinus di Roma (509 SM)
      Kuil Jupiter Capitolinus merupakan salah satu kuil yang tergolong dalam kategori berdenah segi empat, terletak dipusat kota Roma. Kuil terletak di Forum Romanus, pada ketinggian sebuah bukit, sehingga terlihat dari berbagai tempat di kota. Tata letak kuil Jupiter kemungkinan besar mendapat pengaruh dari Yunani seperti misalnya kuil-kuil di Acropolis. Karakteristik Kuil Jupiter Capitolinus diantaranya berdenah segi empat panjang, berkonstruksi kolom dan balok atau Order yang bercirikan Korintien, langsing, kepalanya dihiasi  dengan ornamen floral (bagian-bagian tanaman). Pendiment, frieze, architrave dan dekorasi dentil seperti pada Order-Kotintien. Pediment merupakan bagian depan dari bangunan yang terdiri dari tangga masuk dan langsung pada deretan melintang kolom, menyangga ujung terdepan dari atap yang berbentuk segi-tiga. Frieze merupakan bagian dari Entablature atau sebuah alas berupa balok horisontal yang terletak pada bagian kedua atau tengah. Architrave sama halnya dengan frieze namun terletak pada bagian bawah (Sumalyo,2003:8).
Gambar 7. Kiri: E.(a.Architrave, b.Frieze, c.Cornice), F.Pediment, G.Kolom).
Gambar 8. Kanan: Order pada Entablature.

      Tangga masuk kuil Jupiter Capitolinus tidak berbeda dengan berbagai kuil Yunani yang langsung berhubungan dengan pranaos atau bagian dari kuil yang biasa disebut dengan teras depan. Berdasarkan dari segi denah, terdapat perbedaan antara kuil Jupiter dengan kuil Yunani pada umumnya, yaitu pada naos atau disebut dengan ruang utama yang tidak terletak ditengah, sehingga tidak terdapat ambulatory. Ambulatory merupakan semacam gang disekitar ruang pemujaan. Naos memiliki tiga kamar berderet melintang, di dalamnya masing-masing diletakkan patung Jupiter, Minerva, dan Juno.
Gambar 9. Kiri: naos dengan ambulatory. Kanan: naos tanpa ambulatory.

      Kuil yang memilik bentuk bangunan sejenis dengan kuil Jupiter Capitolinus yakni kuil Juno Sospita dan kuil Livinum (265 SM).
Gambar 10. Kiri: rekonstruksi kuil Jupiter Capitolinus. Kanan: maket rekonstruksi kuil Juno Sospita

2.      Kuil Fortuna Virilis di Roma (40 SM)
      Arsitektur kuil Romawi adalah paduan antara Etrusca dan Yunani. Berbagai aspek seperti denah, dan kolom-balok merupakan ciri khas Yunani, sedangkan portico dan podium atau semacam panggung dimana bagian utama kuil berdiri, merupakan bagian dari model kuil Etruscan yang sudah ada sejak abad 7 SM. Unsur Etrucan ini juga merupakan pembeda antara Yunani dan Romawi terutama pada denahnya.
      Kuil Fortuna Virilis merupakan salah satu contoh dari perbedaan tersebut, denah segi empat terdiri dari cella atau dalam arsitektur Yunani disebut dengan naos, dan juga terdiri dari portico. Kuil berdiri diatas podium setinggi 3 m dan cella berupa ruang tunggal. Konstruksi dan dekorasinya terdiri dari kolom-balok atau Order, dengan deret depan terdapat empat kolom dengan frieze, architrave, pediment, tympanum. Tympanum merupakan bidang segitiga atau lengkung pada pediment.
Gambar 11. Kiri: denah kuil Fortuna dari depan, atas dan samping. Kanan: foto kuil Fortuna Virilis

Gambar 12.  Tympanum pada pediment

      Kuil yang memiliki susunan dan struktur bangunan sejenis dengan kuil Fortuna Virilis diantaranya, Kuil Antonius dan Faustina (141 SM) dengan tinggi podium 6 m, sedang deretnya enam buah kolom bergaya Korintien. Kuil Saturnus (284 SM), terletak disebelah barat kuil Antonius-Faustina berjarak tidak lebih 200 m, tinggi podium 3.73 m terdapat deretan kolom sebanyak enam kolom.

Gambar 13. Denah dari depan dan samping kuil Antonius dan Faustina
Gambar 14. Kuil Saturnus rekonstruksi dari depan dan dari atas

3.      Kuil Vesta di Trivoli (80 SM)
      Bentuk kuil selain dari hasil perpaduan antara Yunani-Etruscan, mulai berkambang menjadi lebih bervariasi dalam bentuk denahnya. Mulai dari berdenah lingkaran dan segi banyak atau poligonal, sebagai contoh yaitu kuil Vesta. Kuil Vesta tidak terlalu besar, podium sebagai tumpuan dari kuil denah lingkaran tersebut berdiameter 7.32 m. Sekelilingnya terdapat 18 buah kolom bercorak Korintien, langsing dengan diameter banding tingginya sekitar 1  . Dindingnya tidak menyatu dengan kolom, membentuk teras portico keliling atau ambulatory. Atap kuil mengikuti denahnya yang melingkar membentuk kubah. Meskipun kuil Vesta kecil, namun merupakan kuil dari cikal bakal kuil-kuil dengan bangunan konstruksi kubah yang lebih besar pada kuil-kuil hingga gereja-gereja pada jaman Byzantium.

Gambar 15. Kuil Vesta denah dari depan dan dari atas.
4.      Pantheon (27 SM)
      Pentheon merupakan merupakan kuil terbesar pada jaman bangunan berdenah lingkaran. Kuil Pantheon terletak ditengah-tengah pusat seni, budaya dan pemerintahan kota pada jaman Romawi. Mulai pertama dibangun oleh Agrippa pada 27 SM, kemudian direkonstruksi oleh Hadrien antara 117-125 M. Kemudian pada abad ke-7 ditransformasi menjadi gereja.
      Ruang utama kuil Pantheon berdenah lingkaran dengan diameter bagian dalam dinding 43.43 m. Kolom dan dinding pada bagian dalam berposisi mengelilingi lingkaran. Terdapat kolom yang berpasangan, ada yang menyatu dengan dinding atau disebut pilaster. Pilaster juga merupakan pembeda antara arsitektur Romawi dan Yunani. Denah lingkaran dikombinasikan dengan gerbang masuk berdenah segi empat seperti pada bagian depan kuil Yunani. Kemudian pintu masuk terdapat pada bagian belakang konstruksi gerbang. Bagian depan terdapat 16 buah kolom, 8 kolom berderet pada ujung atas tangga.
      Pembangunan yang mengikuti dinding berdenah lingkaran membentuk kubah dengan diameter 40 m, dengan puncak kubah terbapat lubang tertutup kaca, untuk jalan masuknya matahari sebagai penyinaran langsung pada siang  hari. Kubah terbentuk oleh blok-blok semakin ke atas semakin kecil, diekspos dengan garis-garis, menjadi elemen dekorasi kotak-kotak atau rectangular yang indah, kemudian bagian bawah dalam kubah dihiasi dengan molding membentuk garis melingkar. Molding merupakan bagian dari dekorasi atau konstruksi dengan berbagai variasi dari berbagai tepian baik dinding, kolom, pintu, jendela maupun lainnya. Penampangnya lengkung kedalam maupun keluar, atau kombinasi keduanya yang membentuk huruf S, atau siku-siku (Sumalyo,2003:543).
Gambar 16. Pantheon denah melintang dari depan dan samping.
Gambar 17. Pantheon Roma dari dalam dan dari luar.
5.      Basilika (Basilica)
      Basilika merupakan gedung pengadilan Romawi dengan ciri-ciri ruang utama di tengan tinggi, dikelilingi oleh gang, pada ujungnya terdapat ceruk di mana para pejabat pengadilan duduk. Selalin digunakan untuk pengadilan basilika juga digunakan untuk pertukaran dalam proses perdagangan. Istilah Basilika juga digunakan untuk menyebut gereja dengan tata ruang yang identik, bagian tengah untuk umat disebut nave dan apse untuk altar.
      Basilika Trajan (98-112 M) merupakan salah satu contoh Basilika yang berada di Roma, dibangun oleh Apollodorus dari Damaskus, dalam Forum Trajan yang menyatu denga perpustakaan dan sebuah kolom bermodelkan Yunani yang pada letak tengah bagian dalam sebagai monumen. Basilika dahulu memiliki nave tengah dengan bentuk segi empat memanjang, 117.34 x 26.51 m2. Nave dikelilingi oleh semacam gang ganda yang dibentuk oleh deretan kolom dalam arsitektur klasik disebut deng isle, dengan lebar masing-masin 7.24 m. Kemudian tinggi total ruang tengah atau nave adalah 36.58 m.

Gambar 18. Basilika rekonstruksi dari dalam.

Gambar 19. Denah Basilika.
6.      Permandian (Thermae) Romawi
      Fletcher(dalam Sumalyo,2003:39), Kemungkinan istilah Thermae yang berasal dari kata thermos (panas), turunan dari bangunan gymnasia di jaman Yunani. Bangunan thermae tidak kalah megah dan indah dengan bangunan-bangunan lainnya. Bangunan Thermae juga memiliki ciri arsitektur tersendiri, sebagai contoh adalah thermae Caracalla (211-17 M) di Roma yang diperkirakan mempunyai fasilitas 1600 tempat mandi. Thermae memiliki hall sentral yang sangat besar, sekitar 55.77 x 24.08 m dengan atap vault rib yang luar biasa besarnya. Vault rib merupakan konstruksi pelengkung dari batu yang menutup bagian atas sebuah ruang utama dengan struktur penyangga atau kerangka yang berbentuk kurva.
      Thermae Caracalla merupakan bangunan yang menunjukkan betapa pentingnya kegiatan mandi di permandian dikalangan kekaisaran Roma. Rekonstruksi dari reruntuhan bangunan thermae dapat diperkirakan bangunan berada diatas semacam landasan atau platform yang cukup tinggi sekitar 6.10 m. Thermae tersebut secara keseluruhan berdenah simetris dengan pintu masuk di sebelah utara dan timur berada di tengah, dan pada bagian kiri kanannya langsung terdapat deretan tempat mandi dan kedai. Terdiri dari dua lantai dengan denah berbentuk U, pada lantai sejajar dengan platform terdapat permandian dengan sistem tidur. Bagian utama bangunan berupa blok unit segi empat yang sangat besar dengan ukuran sekitar 228 x 115.82 m2. Dikelilingi oleh tempat mandi dan kedai dengan pola bentuk U, jadi bagian utama memiliki atap dengan luas 26.480 m2.

Gambar 20. Denah permandian

Gambar 21. Thermae Caracalla.


7.      Teater (theater) dan teater terbuka (amphitheater)
      Teater merupakan gedung kesenian atau pertunjukan, yang dibangun dengan konstruksi pelengkung. Teater Marcellu (23-13 SM) sebagai contoh, dibangun di Roma dan merupakan jenis bangunan di tengah-tengah kota Roma. Tempat penonton atau auditorium berdenahkan setengah lingkaran, terdiri dari dua tingkat dengan latar belakang panggung terdapat ruang-ruang peralatan dan juga persiapan pementasan.
      Amphitheater terbesar dan termegah di Roma adalah Colisseum Roma yang dibangun pada jaman Romawi atas perintah Vespasian pada tahun 70 M dan diselesaikan oleh Domitian pada 82 M. Colisseum Roma terletak di tengah kota Roma yang pada jamannya digunakan untuk olah raga termasuk pertandingan gladitor, sertaupacara-upacara penting kekaisaran. Colisseum atau dikenal dengan Colloseum Roma memiliki luas denah berbentuk elip dengan garis tengah berukuran 189 x 156.4 m2. Dinding terdapat deretan pelengkung sebanyak 80 yang juga berbentuk elip atau oval. Arena dikelilingi auditorium bertingkat tiga dengan bantuk juga oval dengan diameter 87.47 x 54. 86 m, dinding atas setinggi 4.57 m.
      Bangunan lain yang berfungsi sebagai amphitheater adalah Circus Maximus. Circus Maximus merupakan bangunan yang sangat luas, dibangun di atas dua perbukitan yaiut, Aventine dan Palatine. Circus merupakan bangunan Romawi yang panjang denga ujung melingkar, serta panggung penonton di sepanjang arena circus secara mengeliling. Bangunan tersebut biasanya untuk pacuan kuda, yang dibangun oleh Julius Caesar pada 46 SM, kemudian direnovasi dan banyak perombakan oleh kaisar penerusnya antara lain, Claudius, Nero, Titus dan Trajan. Bedasarkan dari fungsi utamanya sebagai arena pacuan kuda kemudian denahnya menjadi sangat memanjang yaitu 609.6 m, dengan lebar 198.12 m.
Gambar 22. Kiri: Teater dan denah. Kanan foto teater
Gambar 23. Kiri: Colloseum. Kanan: Circus Maximus.
8.      Jembatan Saluran Air (Aquaduct) dan Jembatan
      Pengembangan wilayah jajahan Roma dapat dijadikan bukti bahwa arsitektur roma benar-benar berciri khaskan pelengkung. Konstruksi pelengkung sangat berperan terutama dalam membangun jembatan dan jembatan saluran air (aquaduct). Sebagai contoh konstruksi yang sangat besar pada jaman Romawi adalah Pont du Grand di Nimes Perancis pada 14 M. Bangunan tersebut berupa konstruksi jembatan yang merupakan bagian dari saluran air sepanjang 40 Km, yang mengalirkan air dari Uzes ke Nimes. Panjang dari aquaduk tersebut 268.83 m, dengan tinggi membentangan 47.24 m diatas permukaan sungai dan lembah.
      Bangunan jembatan terdiri dari tiga tingkatan, dengan masing-masing tingakatan memiliki bentang dan lebar pelengkung yang berbeda. Pelengkung yang paling besar dan paling lebar adalah bagian bawah, yang berperan sebagai tumpuan pelengkung diatasnya, dan juga sebagai jembatan yang dilalui manusia dan juga kendaraan. Jumlah pelengkung bawah ada lima buah dengan bentangan selebar sungai yaitu 24.50 m. Deretan pelengkung diatasnya berjumlah 9 buah, masing-masing lebarnya berbeda tergantung pada pelengkung dibawahnya, paling pendek adalah 15.30 m, dan yang teratas relatif jauh lebih kecil dengan pelengkung sebanyak 36 buah.
      Jembatan-jembatan lainnya yang merupakan bangunan dengan berciri khaskan pelengkung diantaranya, Aqua Claudia di Roma (38 M), Mulvius di Roma (109 SM), Tiganus di Alcantara, Spanyol (105-106 M), dan Augustus di Rimini, Italia (14-20 M)

Gambar 24. Konstruksi detail jembatan
Gambar 25. Kiri: Pont du Grand di Nimes. Kanan: Alcantara.

C.    Fungsi dan Makna Bangunan Klasik Romawi
      Bangunan-bangunan semasa jaman Romawi klasik memiliki peran penting pada masa saat itu, dan merupakan titik dasar dari perkembangan arsitektur Romawi. Secara garis besar atau secara umum fungsi dan makna dari bangunan-bangunan pada jaman Romawi klasik adalah bentuk dari sebuah penghargaan pada setiap momen yang telah terjadi pada masa kekaisaran. Kemudian hal tersebut secara turun temurun menjadi tradisi. Bukan sebagai hal yang sia-sia namun bangunan-bangunan yang didirikan tidak terlepas dari kepentingan dan menyesuaikan kebutuhan masyarakat pada jaman Romawi klasik.
      Disamping sebagai sebuah bentuk apresiasi terhadap tercapainya keberhasilan yang dilakukan masing-masing kaisar pada masa itu, didirikannya sebuah bangunan juga berfungsi sebagai ajang unjuk kekreatifan para arsitektur Romawi. Sebagai bentuk penekanan akan ciri khas arsitektur Romawi, dan juga untuk menunjukkan serta memperjelas hal yang membedakan dengan arsitektur bangsa lainnya.
      Bangunan-bangunan kuil di forum Roma berfungsikan sebagai tempat ibadah atau tempat untuk bersyukur. Kuil-kuil di Roma dibangun sebagai bentuk syukur atas kemenangan dari peperangan yang telah dicapai. Dilihat dari tata letaknya, kuil-kuil dibangun disepanjang jalan suci yang dilewati Kaisar-kaisar yang kembali ke Roma setelah pulang dari peperangan.
      Djaja (2012:30) menyatakan bahwa “Pantheon, yaitu rumah dewa bagi bangsa Romawi”. Berdasarkan fungsinya Pantheon digunakan untuk persembahan kepada para dewa. Pantheon merupakan kuil terbesar dan merupakan kuil yang didedukasikan untuk semua dewa. Banguan tersebut kemudian berubah fungsi menjadi gereja, dan juga sebagai makam dari kaisar-kaisar Romawi. Bangunan pantheon seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya bangunan tersebut memiliki makna serta merupakan simbol kekuasaan dan keagungan negara kota Romawi (Perry,2012:148).
      Bangunan Romawi selanjutnya yang sangat bermakna pada masanya yaitu Basilika. Pada masa dahulu basilika berfungsikan sabagai gedung pengadilan dan didalamnya terdapat sebuah hall untuk sidang, dengan bentuk pada bagian tengah berlantai lebih tinggi seperti panggung. Kemudian fungsi dari basilika setelah sebagai gedung pengadilan berubah menjadi gereja pada jaman Kristen awal.
      Permandian atau thermae, bangunan tersebut merupakan bangunan yang tidak main-main besarnya. Meskipun hanya sebuha tempat permandian, namun pembangunannya juga menggunakan arsitektur. Fungsi dari permandian tersebut selain untuk mandi juga digunakan untuk istirahat dan berkumpul, hal ini di tandai dengan adanya kedai-kedai di sekitar tempat permandian. Permandian memaknai bahwasannya pada jaman Romawi kegiatan permandian merupakan kegiatan yang penting, terutama pada kalangan Kekaisaran. Thermae mengalirkan air-air panas dari tungku-tungku pada ujung ruangan, air panas tersebut secara manfaat digunakan untuk relaksasi atau memulihkan keadaan tubuh bagi para kaisar maupun orang-orang pada umunya setelah peperangan selesai.
      Teater atau amphitheater, yaitu bangunan berbentuk stadion yang dapat menampung 50.000 sampai ratusan ribu penonton. Teater banyak difungsikan untuk pertunjukan seni atau pementasan-pementasan. Bangunan teater di bangun dengan membentuk dinding miring dan memiliki aspek akustik yang sangat bagus. Amphitheater berfungsi sebagai tempat untuk pertunjukan atau hiburan. Seperti Colloseum yang berfungsi sebagai tempat pertunjukan gladiator. Baik kaisar maupun masyarakat Romawi pada umumnya menyuki sekali sebuah hiburan. Hiburan yang di tempilkan ada amphitheater seperti Chariot dan gladiatro. Chariot adalah kereta perang yang ditarik oleh beberapa kuda atau bisebut pacuan kuda, arena pacuan kuda dapat menampung 225.000 penonton. Gladiator adalah pertandingan antara manusia-dengan manusia.
      Jembatan dan jemabatan air atau aquaduk, adalah bangunan Romawi yang sangat memiliki peran yang sangat besar. Jembatan merupakan sarana terpenting yang dibangun untuk memperlancar perdagangan, pelayanan pos dan gerakan pasukan (Iskandar dkk,2006:63). Aquaduk adalah bangunan saluran air bersih, yang memiliki multifungsi, karena memiliki tiga tingkatan selain untuk mempercepat gerakan tentara dari pusat kota kedaerah-daerah, dibawahnya digunakan untuk keperluan irigasi.











Ulasan
      Arsitektur Romawi merupakan salah satu dari arsitektur bangunan pada jaman klasik yang memiliki pengaruh besar untuk perkembangan arsitektur jaman-jaman selanjutnya. Bangsa Romawi memang dalam pembangunan, arsitekturnya banyak mendapat pengaruh dari arsitektur Yunani, namun arsitektur tidak sepenuhnya menggunakannya terus menerus, melainkan mengembangkannya yang melahirkan ciri khas tersendiri. Ciri khas dari arsitektur Romawi diantaranya adalah pelengkung, dan juga podium. Pelengkung merupakan ciri khas yang sudah di gunakan pada masa bangsa Etruskan, dengan kelebihan memjadikan bangunan lebih kuat dan kokoh. Pelengkung keumudian berkembang dari hanya dua dimensional menjadi tiga dimensional atau ruang yang melahirkan bangunan berbentuk kubah, yang hingga sekarang banyak diadopsi untuk membangun bangunan-bangunan gereja atau tempat peribadatan. Selain kubah juga melahirkan pelengkung yang memanjang sepanjang lorong, yang sekarang banyak diadopsi untuk membangun jalan dibawah tanah, atau terowongan pada jalan kereta bawah tanah.
      Bangunan-bangunan berciri khaskan Romawi yang menggunakan pelengkung diantaranya adalah kuil-kuil, pantheon, basilika, theater atau amphitheater, permandian, dan juga akuaduk atau jembatan. Masing-masing dari bangunan-bangunan tersebut merupakan kebanggaan bangsa Romawi, dan banyak mengambil fungsi. Bangunan di bangun secara garis besar adalah sebagai apresiasi kaisar-kaisar Romawi terhadap sebuah perjuangan. Kuil dibangun sebagai bentuk rasa syukur atas keberhasilan yang telah dicapai seorang kaisar. Pentheon merupakan bangunan untuk persembahan dewa atau disebut sebagai rumah dewa, dan beraliuh fungsi sebagai gereja. Basilika merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat pengadilan, atau transaksi untuk perdagangan. Theater tempat untuk menampilkan kesenian-kesenian berupa opera dan sejenisnya, sedang amphitheather merupakan teater terbuka seperti Colloseum yang di gunakan untuk pertandingan gladiator. Permandian merupakan tempat yang diapresiasikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi masyarakat yang telah kembali dari peperangan, dengan permandian dari air panas. Jembatan dan jembatan air, merupakan hasil pembangunan arsitektur Romawi yang sangat membanggakan. Jembatan dulu berperan sangat pada masa peperangan, yang memudahkan untuk perjalan militer dari kota ke daerah-daerah.


















BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Pembahasan  mengenai sejarah, tidak dapat terlepas dari segala hal yang menyangkut ruang dan waktu dan banyak hal lain didalamnya diantaranya, kejadian atau kronologi sebuah peristiwa, keadaan pada masa peristiwa tersebut, tokoh yang berperan, dan kebudayaan. Kebudayaan membahas mengenai hasil daya cipta manusia di lapangan kebudayaan. Serta kesenian yang menyangkut hasil daya cipta dalam kesenian bisa berupa musik, seni pahat, dan bangunan.
            Pembangunan bangunan pada saat ini banyak yang mengadopsi dan mengambangkan dari arsitektur klasik bangsa Eropa khususnya bangsa Yunai kuno dan Romawi. Negara berkembang seperti Indonesia sendiri misalnya, masyarakatnya sejak dahulu mempunyai apresiasi tinggi terhadap arsitektur, berbagai tulisan, buku, hasil kajian ilmiah dan penelitian tentang arsitektur banyak ditulis.
            Bangunan-bangunan dari hasil arsitektur Romawi adalah turunan dari arsitektur Yunani, yang dibangun atas dasar logika horisontal dan vertikal. Pda jaman Romawi awal, kuil–kuil Romawi berarsitektur Order dan tidak berbeda dengan Yunani. Kemudian terdapat hal baru yang tidak dimiliki oleh arsitektur Yunani yaitu, pelengkung yang memiliki sifat dua dimensional dan berfungsi sebagai penyangga bangunan-bangunan khas Romawi. Kemudia pelengkung dua dimensional tersebut di kembangkan menjadi tiga dimensional atau ruang yang menghasilkan kubah atau dome. Perkembangan berikutnya, kolom dan balok yang merupakan bagian utama dari arsitektur Yunani, dalam arsitektur Romawi lebih banyak digunakan sebagai aspek dekorasi.
            Selain pelengkung, dan kubah sistem konstruksi yang membedakan antara arsitektur Romawi dan Yunani adalah dinding yang mendukung beban bangunan atau disebut dengan bearing wall. Peran dinding merupakan elemen utma sebuah bangunan danya dinding maka peran kolom semakin berkurang. Pada arsitektur Romawi mulai adanya kolom yang menyatu dengan dinding atau disebut dengan pilaster.
            Jenis dan fungsi bangunan berkembang menjadi lebih banyak pada jaman Romawi dari pada Yunani. Mulai dari pembangunan kuil-kuil yang sangat berkiblat pada Yunani, kemudian muncul pelengkung yang ditandai dari bangunan Basilika dan berkembang kepada bangunan lainnya yaitu, pemandian atau thermae, Colloseum, teater atau Amphitheater, dan Aquaduk. Bangunan-bangunan tersebut menjadikan sebuah bukti bahwa kehidupan mewah dan masa kejayaan bangsa Romawi. Denah dan konstruksi dari bangunan tidak pernah lepas dari sistem pelengkung, dan pada kategori ini tergabung komposisi ruang segi empat dan lingkaran serta lengkung-lengkung dan juga kubah.
            Membentuk pelengkung dan kubah, pada jaman Romawi sudah menggunakan bahan semen sebagai bahan perekat dalam mendirikan bangunan. Pembangunan dengan menggunakan perekat semen merupakan bukti yang mendasar sebagai perunbahan yang sangat besar pada arsitektur klasik. Berbagai bangunan besar dan bentangan yang sangat lebar dapat didirikan, tanpa tiang-tiap di tengah seperti konstruksi Yunani.









Daftar Rujukan

Ali, Moh. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: PT LKIS Pelangi Aksara.
Djaja, W. 2012. SEJARAH EROPA ( Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern). Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Iskandar, dkk. 2006. ENSIKLOPEDI Sejarah dan Budaya (Dunia Purba, Dunia Klasik). Jakarta: PT Lentera Abadi.
Lucas, Henry, S. 1993. Sejarah Peradaban Barat Abad Pertengahan. Terjemahan Sugihardjo & Budiawan. 1993. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Perry, M. 2012. PERADABAN BARAT (Dari Zaman Kuno sampai Zaman Pencerahan). Terjemahan Saut Pasaribu. 2012. Bantul: KREASI WACANA.
Saridal, dkk. 1996. SEJARAH INDONESIA DAN DUNIA (G. Moedjanto, Ed). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sumalyo, Y. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.