TEORI BELAJAR
KOGNITIF - KONSTRUKTIVISTIK
SERTA
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Belajar dan Pembelajaran
yang dibina oleh Ibu Dra. Siti
Malikhah Towaf, MA. Ph. D
Oleh:
Arif Mustaqim (120741404089)
Fafah Faujiah ()
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi (120741421230)
Nove Rizqy Faruq ()
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
September
2013
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayahnya, sehingga penulisan
makalah yang berjudul “Teori Belajar Kognitif – Konstruktivistik Serta
Penerapannya dalam Pembelajaran”, dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh Ibu Dra.
Siti Malikhah Towaf, MA. Ph. D selaku pengampu mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran Pogram Studi S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas
Negeri Malang (UM).
Segala upaya telah
dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, penulis sangat menghargai apabila terdapat saran maupun kritik yang
membangun dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat dan wawasan bagi para pembacanya untuk memperluas khasanah Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang terus berkembang mengikuti kemajuan zaman,
khususnya bagi khasanah Ilmu Belajar dan Pembelajaran. Amin.
Malang, September 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
pada dasaranya merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan dengan proses
mendidik, yakni proses mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri
sebaik mungkin dalam lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam
dirinya, yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau
pelatihan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam proses pendidikan, belajar
merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan. Setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk itu perlu adanya teori-teori belajar
yang tepat yang diterapkan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran
yang diinginkan bisa tercapai dengan maksimal.
Seorang pengajar dalam rangka
meningkatkan kemampuan mendidiknya harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk
mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang
selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk
masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya
relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta
bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
Berdasarkan penelitian Jerome
S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum
pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori
pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan
teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan,
seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan
bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di
masyarakat.
Pengaturan lingkungan belajar sangat
diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan
emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak
untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk
terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan
dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Ini merupakan
kaidah yang sangat penting dalam penataan lingkungan belajar. Setiap anak satu
persatu perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan
apa yang mampu dan mau dilakukannya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
teori belajar kognitif dan penerapannya dalam pembelajaran?
2.
Bagaimana
teori belajar konstruktivistik dan penerapannya dalam pembelajara?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui tentang
teori belajar kognitif serta teori belajar konstruktivistik dan penerapannya
dalam pembelajaran.
1.4
Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah dan
tujuan diatas, makalah ini hanya membahas mengenai teori belajar kognitif beserta
penerapannya dalam pembelajaran dan teori konstruktivistik beserta penerapannya
dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran
2.2
Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
2.2.1
Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema yang baru.
Teori
konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan
pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting,
tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang.
Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi”
atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan
pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme
bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan
melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain
seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan
setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh
setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih
lama tersimpan atau diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a.
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung
jawab siswa itu sendiri.
b.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan
dan mencari sendiri pertanyaannya.
c.
Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
d.
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri.
e.
Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
2.2.2
Proses Belajar Menurut teori
Konstruktivistik
Proses mengkonstruksi pengetahua dapat
dilakukan dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan
lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau
merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak
seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan
pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa
ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan,
yaitu:
1.
Kemampuan
mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
2.
Kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan.
3.
Kemampuan
untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Proses belajar konstruktivistik secara
konseptual jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan
informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan
sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi
dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan
belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan
pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “…..constructing
and restructuring of knowledge and skills (schemata) within the
individual in a complex network of increasing conceptual consistency…..”. pemberian
makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan
secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan
sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas.
Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa
dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan dan lingkungan
belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan
dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
Proses belajar tidak lepas dari
sebuah peran antara komponen-komponen pembentuk sistem belajar, peran-peran
tersebut diantaranya, yaitu:
a. Peranan Siswa (Si-Belajar): Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang
sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh
sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak
sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar
pembelajaran dan pembimbingan.
b. Peranan Guru: Guru
atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh
siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa
dalam belaajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat
adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
c. Sarana belajar: Pendekatan
konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan
pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara
demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan
masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung
jawabkan pemikirannya secara rasional.
d. Evaluasi belajar: Pandangan
konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung
munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi
pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar
konstruktivistik.
2.2.3
Ciri, Prinsip, Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik
Adapun ciri-ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
a.
Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru
melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b.
Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
c.
Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan
murid.
d.
Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar
sesuatu ide. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
e.
Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid &
guru.
f.
Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama
penting dengan hasil pembelajaran.
g.
Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan
eksperimen.
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang
diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a.
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid,
kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c.
Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga
selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
d.
Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar
proses kontruksi berjalan lancar.
e.
Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
g.
Mmencari dan menilai pendapat siswa.
h.
Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Kelebihan dan
Kekurangan dalam teori pembelajaran konstruktivistik diantaranya, yaitu:
a.
Kelebiahan:
-
Proses
pembelajaran konstruktivistik siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam
belajar.
-
Murid
terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham
dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
-
Ingat
lebih lama semua konsep, yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri
kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan
masalah dalam situasi baru.
-
Kemahiran
sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina
pengetahuan baru.
b.
Kekurangan:
-
Kekurangan
apabila ada siswa yang pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok
untuk siswa pasif.
-
Dalam
pembelajarannya tidak memusatkan pada kurikulum yang ada.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Konsep
belajar menurut teori kognitif ialah proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Perubahan tingkah laku terjadi dalam situasi tertentu sebagai
reflaksi perubahan internal. Berbeda dengan behavioristik, teori
kognitifmempelajari aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan,
arti, perasaan, keinginan, kreativitas, hrapan, dan pikiran. Aplikasi praktis
teori kognitif dalam pembelajaran ialah bahwa pembelajaran harus menekankan
perhatian siswa, strategi mengingat, pengulangan, dan mengutamakan makna bukan
memorasi.
Teori
Konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai
dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang
diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga
terbentuk suatu skema yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiningsih,
Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar