Rabu, 02 April 2014

TEORI BELAJAR KOGNITIF - KONSTRUKTIVISTIK SERTA PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR KOGNITIF - KONSTRUKTIVISTIK
SERTA PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN



MAKALAH
 UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Belajar dan Pembelajaran
 yang dibina oleh Ibu Dra. Siti Malikhah Towaf, MA. Ph. D


Oleh:
Arif Mustaqim (120741404089)
Fafah Faujiah ()
Nadiyya Qurrotu Aini Zummi (120741421230)
Nove Rizqy Faruq ()



 










UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
September 2013





KATA PENGANTAR

                        Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayahnya, sehingga penulisan makalah yang berjudul “Teori Belajar Kognitif – Konstruktivistik Serta Penerapannya dalam Pembelajaran”, dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
                        Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Belajar dan Pembelajaran yang dibina oleh Ibu Dra. Siti Malikhah Towaf, MA. Ph. D selaku pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Pogram Studi S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Negeri Malang (UM).
Segala upaya telah dilakukan untuk menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai apabila terdapat saran maupun kritik yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan bagi para pembacanya untuk memperluas khasanah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang terus berkembang mengikuti kemajuan zaman, khususnya bagi khasanah Ilmu Belajar dan Pembelajaran. Amin.



Malang, September 2013
                                                                                               


Penulis






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Pendidikan pada dasaranya merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan dengan proses mendidik, yakni proses mempengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dalam lingkungannya sehingga akan menimbulkan perubahan dalam dirinya, yang dilakukan dalam bentuk pembimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam proses pendidikan, belajar merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk itu perlu adanya teori-teori belajar yang tepat yang diterapkan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran yang diinginkan bisa tercapai dengan maksimal.
            Seorang pengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan mendidiknya harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam kemampuan intelektual.
            Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di masyarakat.
            Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. Ini merupakan kaidah yang sangat penting dalam penataan lingkungan belajar. Setiap anak satu persatu perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana teori belajar kognitif dan penerapannya dalam pembelajaran?
2.      Bagaimana teori belajar konstruktivistik dan penerapannya dalam pembelajara?
1.3  Tujuan
            Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui tentang teori belajar kognitif serta teori belajar konstruktivistik dan penerapannya dalam pembelajaran.
1.4  Batasan Masalah
            Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan diatas, makalah ini hanya membahas mengenai teori belajar kognitif beserta penerapannya dalam pembelajaran dan teori konstruktivistik beserta penerapannya dalam pembelajaran.



  



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Teori Belajar Kognitif dan Penerapannya dalam Pembelajaran

2.2  Teori Belajar Konstruktivistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran
2.2.1        Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
            Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
            Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan atau diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a.         Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
c.         Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.        Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.         Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
2.2.2        Proses Belajar Menurut teori Konstruktivistik
            Proses mengkonstruksi pengetahua dapat dilakukan dengan menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
            Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu:
1.    Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
2.    Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan.
3.    Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
            Proses belajar konstruktivistik secara konseptual jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut berupa “…..constructing and restructuring of  knowledge and skills (schemata) within the individual in a complex network of increasing conceptual consistency…..”. pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijasah, dan sebagainya.
            Proses belajar tidak lepas dari sebuah peran antara komponen-komponen pembentuk sistem belajar, peran-peran tersebut diantaranya, yaitu:
a.    Peranan Siswa (Si-Belajar): Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
b.    Peranan Guru: Guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belaajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya.
c.    Sarana belajar: Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
d.   Evaluasi belajar: Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman. Hal ini memunculkan pemikiran terhadap usaha mengevaluasi belajar konstruktivistik.
2.2.3        Ciri, Prinsip, Kelebihan dan Kekurangan Teori Konstruktivistik
     Adapun ciri-ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
a.         Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
b.        Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
c.         Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
d.        Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
e.         Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
f.         Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
g.        Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
a.         Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
b.        Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
c.         Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
d.        Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
e.         Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
f.         Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
g.        Mmencari dan menilai pendapat siswa.
h.        Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
            Kelebihan dan Kekurangan dalam teori pembelajaran konstruktivistik diantaranya, yaitu:
a.       Kelebiahan:
-          Proses pembelajaran konstruktivistik siswa dituntut untuk bisa berfikir aktif dalam belajar.
-          Murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
-          Ingat lebih lama semua konsep, yakin murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
-          Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
b.      Kekurangan:
-          Kekurangan apabila ada siswa yang pasif pembelajaran konstruktivistik ini tidak cocok untuk siswa pasif.
-          Dalam pembelajarannya tidak memusatkan pada kurikulum yang ada.





BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
                        Konsep belajar menurut teori kognitif ialah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan tingkah laku terjadi dalam situasi tertentu sebagai reflaksi perubahan internal. Berbeda dengan behavioristik, teori kognitifmempelajari aspek-aspek yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan, arti, perasaan, keinginan, kreativitas, hrapan, dan pikiran. Aplikasi praktis teori kognitif dalam pembelajaran ialah bahwa pembelajaran harus menekankan perhatian siswa, strategi mengingat, pengulangan, dan mengutamakan makna bukan memorasi.
            Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.




  




DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar