Rabu, 02 April 2014

PEMBENTUKAN BERBAGAI MACAM ALAT PERLENGKAPAN PADA MASA SESUDAH DEKRIT PRESIDEN

PEMBENTUKAN BERBAGAI MACAM ALAT PERLENGKAPAN PADA MASA SESUDAH DEKRIT PRESIDEN


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia
yang dibina oleh Bapak Dewa Agung Gede Agung

Oleh    :
1) Dita Ratna Pratiwi                          (120741404074)
2) M. Syahrul Mubarok                       (120741421199)
3) Nadiyya Qurrotu A.Z                     (120741421230)
4) Siska Astarina                                 (120741404159)
5) Yuvi Yuni Riswanti                         (120741421226)

Description: Description: um-lambang

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Oktober 2013




BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang
“Jangan pernah melupakan sejarah”, sepenggal kalimat yang pernah diucapkan oleh Ir. Soekarno ini merupakan sebuah petuah bagi segenap bangsa Indonesia agar jangan sesekalipun melupakan sejarah bangsanya, karena akan sangat fatal akibatnya bila sebuah bangsa melupakan sejarahnya.
Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia merupakan sebuah ilmu yang menjelaskan mengenai Sejarah politik pascakemerdekaan Indonesia yang dibagi ke dalam periodisasi, yakni: Periode awal kemerdekaan atau lebih dikenal dengan istilah masa revolusi kemerdekaan dengan konstitusi yang digunakan UUD 1945, Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949, Periode UUDS 1950, Perdebatan Konstituante dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai kembali berlakunya UUD 1945.
Dalam bahsan kali ini penulis memfokuskan pada Pembentukan berbagai macam alat perlengkapan negara pada masa sesudah dekrit.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan berikut :
“ Bagaimanakah pembentukan berbagai macam alat perlengkapan negara pada masa sesudah dekrit? “
1.3     Tujuan
Untuk mengetahui pembentukan berbagai macam alat perlengkapan negara pada masa sesudah dekrit.



BAB II
PEMBAHASAN

PEMBENTUKAN BERBAGAI MACAM ALAT PERLENGKAPAN NEGARA PADA MASA SESUDAH DEKRIT PRESIDEN

Sistem Demokrasi Liberal ternyata membawa akibat yang kurang menguntungkan bagi stabilitas politik. Berbagai konflik muncul ke permukaan. Misalnya konflik ideologis, konflik antar kelompok dan daerah, konflik kepentingan antarpartai politik. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ternyata diterima baik oleh rakyat Indonesia, bahkan DPR secara aklamasi menyatakan diri bersedia untuk bekerja atas dasar UUD 1945. Dengan demikian, maka dimulailah babak baru ketatanegaraan RI di bawah payung Demokrasi Terpimpin. Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berarti Kabinet Parlementer yang sebelumnya memerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda dinyatakan demisioner dan diganti oleh Kabinet Presidensial yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno.
 Hal ini mendorong Presiden Soekarno untuk mengemukakan Konsepsi Presiden pada tanggal 21 Februari 1957. Berikut ini isi Konsepsi Presiden:
a.  Penerapan sistem Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga sistem demokrasi parlementer harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
b. Membentuk Kabinet Gotong Royong yang anggotanya semua partai politik.
c. Segera dibentuk Dewan Nasional.
   Berdasarkan konsepsi presiden tersebut maka sistem pemerintahan kembali diberlakukan menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan begitupun pembentukan alat-alat perlengkapan negara dibentuk menurut Undang-Undang Dasar 1945. Disini akan dibahas mengenai pembentukan alat-alat perlengkapan negara yang dianggap pokok, sepert presiden dan menteri-menteri, DPR-GR, MPRS, dan DPAS.
A. Presiden dan Menteri-Menteri
            Semenjak dikeluarkannya dekrit presiden 1959 oleh presiden Ir. Soekarno, terjadi perubahan fungsi Presiden, Presiden kini tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara, namun juga berfungsi sebagai Kepala Pemerintahan, yang berarti fungsi eksekutif kini juga diemban oleh seorang Presiden dan kini Presiden sebagai pemegang pemerintahan negara tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
            Dikarenakan diberlakukannya kembali sistem pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka pada tanggal 10 Juli 1959 Presiden Soekarno disumpah kembali sebagai Presiden. Bersamaan itu, Presiden Soekarno juga mengumumkan susunan dan nama-nama Menteri dari Kabinet baru yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Menteri-menteri adalah para pembantu Presiden. Sebagai pembantu Presiden, Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada Dewan perwakilan rakyat, melainkan langsung mempertanggung jawabkan tugasnya pada Presiden, sedangkan Presiden sendiri yang merupakan Mandataris  dari Majelis Permusyawaratan Rakyat harus mempertanggung jawabkan tindakan-tindakannya kepada Majelis.
B. Dewan Pertimbangan Rakyat Gotong Royong
            Penerapan Demokrasi Terpimpin semakin memperlebar masalah di antara golongan-golongan yang pro dan kontra terhadap Demokrasi Terpimpin. Hal ini semakin diperparah ketika Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 pada tanggal 20 Maret 1960. Presiden kemudian membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Alasan pembubaran DPR ini ialah karena badan legislatif pilihan rakyat ini berani menolak RAPBN yang diajukan pemerintah Soekarno. Keanggotaan DPRGR ditunjuk langsung oleh presiden dan ditetapkan pada tanggal 14 Juni 1960. Anggota DPRGR seluruhnya berjumlah 283 orang. Pengangkatan anggota DPRGR ini tidak mencerminkan partai politik saja, tetapi juga mewakili golongan-golongan.
 Adapun tugas DPRGR ini adalah:
a. Melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
b. Melaksanakan pembaharuan.
c. Saling membantu antara DPRGR dan pemerintah.
            Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, social ekonomi, dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada 20 Agustus 1959 Presiden Soekarno menyampaikan surat No. 2262/ HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan “peraturan negara baru” selain membuat peraturan negara menurut UUD 1945. Atas dasar peraturan negara barn tersebut, presiden membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, dan Front Nasional.
            Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan umum berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1953, sementara Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan undang-undang dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 belum terbentuk , berdasarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959  yang berisi:
Pasal 1 :
“Sementara Dewan Perwakilan Rakyat belum tersusun menurut Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Dasar, maka Dewan Perwakilan Rakyat yang dibentuk berdaarkan Undang-Undang No.7 tahun 1953 menjalankan tugas Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945.”
Pasal 2 ayat 1:
“ Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang belum mengangkat sumpah (janji) Dewan Perwakilan Rakyat sekarang, tidak menjadi Dewan Perwakilan Rakyat itu.”
Pasal 2 ayat 2 :
“ Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya senantiasa membantu memelihara Undang-Undang Dasar 1945 dan segala peraturan yang berlaku bagi Republik Indonesia”
Maka Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum untuk sementara supaya menjalankan tugas-tugas Dewan Perwakilan Rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945. Tapi, dikemudian hari dalam menjalankan tugas Dewan Perwakilan Rakyat berdasar Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1959 ternyaa tidak memenuhi harapan, karena tidak bekerja sama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang sesuai dengan semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga akhirnya dikeluarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960, yaitu :
1)       Penghentian Pelaksanaan Tugas dan pekerjaan anggota Dewan Perakilan Rakyat Sekarang.
2)      Pembaharuan Susunan Dewan Perwakilan Rakyat berdasar Undang-Undng Dasar 1945 pada waktu yang sngkat.
3)      Penetapan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal 5 Maret 1960.

Untuk melaksanakan pembaharuan susunan Dewan Perwakilan Rakyat maka, Melalui Penpres No.4 Tahun 1960 pasal 1, pasal 2, dan Pasal 3 pemerintah membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) yang mulai diberlakukan pada tanggal 24 Juni 1960. Parlemen ini dibentuk menggantikan DPR hasil pemilu 1955 yang dibubarkan sejak 5 Maret 1960 karena berselisih dengan pemerintah mengenai: Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 1961. Pada saat itu, DPR menolak mengesahkan RAPBN tersebut. Komposisi keanggotaan DPR-GR tidak didasarkan atas perimbangan kekuatan parta: yang dihasilkan pemilu, tetapi diatur sedemikian rupa oleh presiden. Semua anggott DPR-GR diangkat oleh presiden sebanyak 283 orang yang terdiri atas 153 anggota mewakili partai politik dan 130 anggota mewakili golongan-golongan.
C. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
            MPRS dibentuk atas dasar melaksanakan perintah Dekrit 5 Juli 1959 yang beranggotakan Dewan Perwakilan rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Hal ini berdasarkan oleh dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959, tentang “Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.” yang mulai berlaku pada tanggal 22 Juli 1959. Dalam pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 menetukan:
(1)   Sebelum tersusun Majelis Permusyawaratan Rakyat menurut Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Dasar, maka dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang dimaksud dalam Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan-aturan seperti berikut:
(2)   Jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan Presiden.
            Sebagai peraturan lebih lanjut dikeluarkan Peraturan Presiden No. 12 tahun 1960, tentang “Sususan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara”. Dan mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 1959.
            Berhubung pada waktu pembentukan MPRS ini ternyata DPRS ini ternyata DPR berdasarkan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 telah diperbaharui dengan DPR-Gotong Royong menurut Penetapan No. 4 tahun 1960, maka kalimat pada pasal 1 menjadi:
“..... terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang dimaksud dalam penetapan Presiden No. 1 tahun 1959 dan seterusnya.....” dibaca saja: “..... Dewan Perwakilan Rakyat yang ada dan seterusnya.....”
            Menurut pasal 2 Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959, yang dimaksud dengan “daerah” adalah “Daerah Swatantra Tingkat 1” (Daswati 1) atau sekarang disebut “Daerah Tingkat 1” (Dati 1) atau “Propinsi”. Sedang yang dimaksud dengan “golongan” adalah “golongan karya”.
D. Dewan Pertimbangan Agung Sementara
            Menindak lanjuti Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah Dewan Pertimbangan Agung Sementara, dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959, yang berdasarkan pasal 2 Penetapan tersebut berisi :
Pasal 2 
(1)  Anggota-anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara  diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2)  Jumlah anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara ditetapkan oleh Presiden.
(3)  Anggota-anggota Dewan Pertimbangan Agung Sementara diangkat dari :
a.  golongan-golongan politik;
b.  golongan-golongan karya;
c.  orang-orang yang dapat mengemukakan persoalan-persoalan daerah;
d.  tokoh-tokoh nasional;
Namun kini sudah dikeluarkan Undang-Undang yang mengatur tentang Dewan Pertimbangan Agung dalam pasal Undang-Undang Dasar 1945. Pada masa Orde Baru dikeluarkan Undang-Uudang No.3 Tahun 1967 yang kemudian diikuti dikeluarkannya Undang-Undang No 4 Tahun 1978 penyempurnaan  Undang-Undang  No. 3 Tahun 1967.
Berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 1967 setelah disempurnakan, menentukan:
Pasal 2 :
Tugas Dewan Pertimbangan Agung ialah :
a.       Berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden.
b.      Berhak mengajukan usul dan berkewajiban mengajukan pertimbangan kepada Presiden.
Pasal 3 :
1.      Susunan Anggota Dewan Pertimbangan Agung meliputi unsur-unsur dari kehidupan masyarakat dan terdiri dari:
2.      Jumlah Anggota Dewan Pertimbangan Agung ditetapkn sebanyak-banyaknyab 45 (empat puluh lima ) orang termasuk Pimpinan Dewan Pertimbangan Agung.
Pasal 5 :
“Pengangkatan Anggota-anggota Dewan Pertimbangan Agung dilakukan dengan Keputusan Presiden”.
Pasal 6 :
“Masa jabatan Anggota Dewan Pertimbangan Agung adalah 5 (lima) tahun. Anggota Dewan Pertimbangan Agung berhenti bersama-sama”.

E. Pemilihan Umum
            Pembentukan alat-alat perlengkapan negara sebagai wadah aspirasi rakyat dalam sistem Demokrasi seperti pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang penyusunanya masih belum berdasarkan kepada Pemilihan Umum, namun masih berdasarkan petunjuk Presiden karena masih bersifat sementara sebelum dapat diwujudkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berdasarkan atas UUD 1945 dalam pasal 2 ayat (1), pasal 19 ayat (1). Pembentukan alat perlengkapan negara sewajarnya harus berdasarkan atas hasil pemilihan umum agar asas kedaulatan rakyat dan demokrasi dapat terlaksana secara maksimal.
Akibat dari belum terbentuknya lembaga-lembaga tersebut berdasarkan dengan Pimilihan Umum maka pelaksanaan Demokrasi di Indonesia belum berjalan secara wajar. Sehingga pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945  belum terlaksana secara murni dan konsekuensi. Dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ke-IV sebagai tuntutan rakyat agar pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dilaksanakan secara  Konsekuensi. Sidang Mejelis Permusyawaratan Rakyat yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1966 tersebut menghasilkan  Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yang terdiri dari empat buah pasal, dan selengkapnya adalah sebagai berikut:
Pasal 1 :
“Pemilihan Umum yang bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia diselenggarakan dengan pungutan suara selambat-lambatnya pada tanggal 5 Juli 1966.”
Pasal 2 :
“ Undang-Undang Pemiliha Umum dan Undang-Undang susunan MPR, DPR, dan DPRD sudah harus selesai diundangkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal penentuan ketetapan ini.”
Pasal 3 :
“Susunan DPR dan DPRD terdiri dari golongan Politik dan Karya.”
Pasal 4 :
“Menugaskan kepada Pemerintah untuk melaksanakan ketetapan ini,”
Pemilihan umum sudah harus segera dilaksanakan untuk penyusunan lembaga-lembaga negara seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang No. 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum yang pernah ada, tidak dapat dipergunakan lagi dan digantikan dengan KetetapanMPRS No. XI/MPRS/1966.
Rakyat menunggu ketetapan tersebut segera dilaksanakan agar pemilihan umum dapat terselenggara sesuai dengan asas pokok  Konstitusional di dalam Ketatanegaraan Republik  Indonesia. Dengan terlaksananya pemilihan umum ini diharapkan akan tercapainya kestabilan politik, yang mana merupakan salah satu syarat dalam Pembangunan Nasional Semesta untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.




BAB III
           
KESIMPULAN :

            Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ternyata diterima baik oleh rakyat Indonesia, bahkan DPR secara aklamasi menyatakan diri bersedia untuk bekerja atas dasar UUD 1945. Dengan demikian, maka dimulailah babak baru ketatanegaraan RI di bawah payung Demokrasi Terpimpin. Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berarti Kabinet Parlementer yang sebelumnya memerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Djuanda dinyatakan demisioner dan diganti oleh Kabinet Presidensial yang langsung dipimpin oleh Presiden Soekarno. Dan  dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berakhirlah Demokrasi Liberal dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demikian pula mulai saat itu sistem Kabinet Parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi Kabinet Presidensial. Sistem pemerintahan diselenggarakan menurut UUD 1945 dan alat-alat perlengkapannya seperti pembentukan menteri-menteri, pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, dan Pemilihan Umum juga disusun menurut UUD 1945. Dengan babak baru ini rakyat Indonesia berharap agar pemerintahan dapat sesuai dengan cita-cita dan harapan  rakyat Indonesia.









DAFTAR RUJUKAN:
Joeniarto. (1990). Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia . Jakarta: BumiAksara.
httpstaff.uny.ac.idsitesdefaultfilespenelitianZulkarnain,%20S.Pd.,%20M.Pd.B.3.JURNAL.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar